Jakarta (ANTARA) - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menyatakan akan terus menjaga likuiditas sebagai langkah antisipasi perubahan suku bunga Federal Reserve atau The Fed dan Bank Indonesia (BI).
“Kami terapkan strategi just right liquidity untuk menjaga likuiditas di level yang optimal,” kata Direktur Utama BRI Sunarso di Jakarta, Rabu.
The Fed dan BI diprediksi bakal menurunkan suku bunga, di mana bank sentral AS bakal menurunkan Fed Fund Rate (FFR) pada kuartal II-2024 yang kemudian diikuti oleh penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI-Rate.
Sunarso berharap setelah satu semester nantinya suasana global dapat memasuki era suku bunga rendah. Meski begitu, BRI terus membuka ruang penyesuaian suku bunga, baik pinjaman maupun simpanan.
Adapun penyesuaian suku bunga BRI nantinya bakal mempertimbangkan banyak faktor, seperti biaya dana, persaingan, serta kondisi perekonomian.
“Kemarin, kita selama satu tahun dihantui dengan istilah higher for longer. For longer sampai kapan? Kami harap jangan terlalu longer,” ujar dia.
Sunarso mengatakan biaya dana atau Cost of Fund (CoF) BRI masih berpotensi meningkat pada tahun ini, seiring dengan kenaikan suku bunga pasar uang yang menjadi acuan serta ketatnya likuiditas pada periode sebelumnya.
Namun, Sunarso optimistis CoF BRI hingga saat ini masih terkelola dengan baik. Dalam konteks itu, BRI tidak mengalami kelebihan maupun kekurangan likuiditas.
Likuiditas perseroan yang terjaga disebut berkat dorongan dari pertumbuhan kredit, di mana Loan to Deposit Ratio (LDR) BRI pada akhir Desember 2023 sebesar 84,2 persen.
Adapun penyaluran kredit tercatat sebesar Rp1.266,4 triliun pada 2023, tumbuh 11,2 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Dalam situasi apa pun, BRI akan secara konsisten menerapkan just right liquidity, artinya kami tidak akan menumpuk likuiditas berlebihan yang tidak bisa kami salurkan serta tidak membiarkan kekurangan likuiditas agar dapat tumbuh secara optimal,” kata Sunarso.