Jakarta (ANTARA) - Industri film Indonesia menyatakan siap berkolaborasi dengan pihak internasional untuk menggarap film berskala global dalam penutupan Hong Kong International Film Festival & TV Market (FILMART) 2024 tanggal 13 Maret 2024.
“Saat ini beragamnya tema yang diangkat dalam film-film Indonesia memperkaya industri film,” kata Staf Khusus Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Alex Sihar dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Dalam talkshow pertama Paviliun Indonesia yang bertajuk "A Close Look at Indonesia’s Film Industry", Alex menuturkan keberagaman tema itu membawa dunia perfilman bangsa tumbuh pesat dalam beberapa dekade terakhir.
Hal itu dapat dibuktikan dengan jumlah layar Tanah Air yang tumbuh mencapai 2.700 layar pada tahun 2024, lebih tinggi dari tahun 2006 yang hanya ada sekitar 700 layar saja.
Pertumbuhan tersebut juga tak lepas dari peningkatan kualitas produksi film dengan penggunaan bahasa daerah dan dialek daerah memiliki daya tarik tersendiri bagi pasar di Indonesia.
Co-Founder & Co-Chief Executive Officer BASE Entertainment Shanty Harmayn sepakat bahwa perkembangan industri film Tanah Air juga dapat dilihat dari pengolahan Intellectual Property (IP)-nya.,
Keberhasilan mengembangkan IP bisa dilihat dari kehadiran series Gadis Kretek di platform film digital Netflix. Dari yang semula hanya berupa novel, kisah itu kini jadi series yang sukses di kancah global. Contoh lainnya yakni adaptasi novel Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 menjadi beberapa judul film dan produk makanan cokelat.
Sementara itu, Produser Yulia Evina Bhara menambahkan hal yang perlu dikembangkan dari industri film Indonesia saat ini adalah mengembangkan sumber daya manusia baik dari sisi pembuat film maupun talenta akting.
"Di luar mengupayakan kolaborasi dengan berbagai pihak secara lokal atau internasional, kami terus membuka kesempatan untuk menemukan talenta baru di industri film. Kami selalu mencari atau membentuk filmmaker baru berbakat, dan hingga kini festival film menjadi salah satu tempat yang dapat digunakan menjadi wadah untuk mengembangkan filmmaker baru,” ujar Yulia.
Kemudian dalam talkshow kedua bertajuk “Capturing Wonderful Indonesia: Film Locations and Production Assets” yang dihadiri perwakilan pemerintah maupun tokoh penting dalam industri film Indonesia menitikberatkan tentang kesiapan Indonesia dalam berkolaborasi dari segi lokasi syuting, infrastruktur, dan aktivitas film di Indonesia.
Dengan harapan dapat mengundang kolaborasi lebih lanjut dalam mengangkat keindahan dan kekayaan Indonesia melalui lensa kamera.
Sebelumnya, Indonesia sudah pernah berkolaborasi dengan rumah produksi internasional yang berjudul Forza yang memilih Bali menjadi salah satu lokasi syutingnya. Selain itu, film Monkey Man karya Dev Patel juga pernah melakukan syuting di pedalaman Indonesia.
Selain Bali, Indonesia juga memiliki banyak destinasi yang mumpuni untuk menjadi lokasi syuting. Di antaranya Danau Toba di Sumatera Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB), Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Likupang di Sulawesi Utara.