Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto membahas sejumlah isu terkait pelanggaran HAM berat masa lalu dan situasi HAM di Papua.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam siaran resmi Komnas HAM di Jakarta, Kamis, menyebut pertemuan dengan Menko Polhukam di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu, merupakan wujud koordinasi antara Komnas HAM dan Kemenko Polhukam untuk memperkuat tugas dan fungsi Komnas HAM ke depan, termasuk dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan pencegahan pelanggaran HAM kedepan.
Dalam pertemuan itu, Atnike memaparkan pengamatan Komnas HAM terkait situasi di Papua sepanjang 2023. Komnas HAM menemukan ada 114 peristiwa terkait HAM di Papua sepanjang 2023, yang 81 di antaranya melibatkan konflik bersenjata dan kekerasan.
“Pada Tahun 2023, Komnas HAM mencatat 114 peristiwa HAM meliputi peristiwa berdimensi kekerasan dan konflik bersenjata, hak atas pendidikan, hak atas ketenagakerjaan, hak atas kesehatan dan konflik agraria. Dari total tersebut, 81 peristiwa berdimensi kekerasan dan konflik bersenjata,” kata Atnike.
Dia juga menyinggung kasus kekerasan yang melibatkan prajurit TNI terhadap seorang warga sipil orang asli Papua (OAP), yang diyakini oleh TNI sebagai anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB). Terkait itu, Komnas HAM memuji sikap dan langkah Kemenko Polhukam yang mengedepankan penegakan hukum untuk menindak peristiwa kekerasan tersebut.
Atnike menyatakan Komnas HAM menilai hukum penting ditegakkan karena itu bentuk akuntabilitas negara dan komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM di Indonesia, termasuk di Papua.
Kemudian terkait pelanggaran HAM berat, Komnas HAM mendukung Kemenko Polhukam untuk melanjutkan penyelesaian non-yudisial atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Kemenko Polhukam, untuk masalah itu, merupakan pengampu Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat (PKP HAM).
Komnas HAM meyakini keberlanjutan itu penting agar ada lebih banyak korban yang hak-haknya dipulihkan dan mendapatkan kompensasi atas pelanggaran HAM berat yang mereka dan keluarga alami pada masa lalu.
“Komnas HAM memandang perlunya tindak lanjut atas mekanisme non-yudisial yang diatur dalam Inpres (Instruksi Presiden) Nomor 2 Tahun 2023 agar korban dan masyarakat memperoleh manfaat yang lebih luas,” kata Atnike.