Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengatakan kriteria kepala daerah sadar HAM diluncurkan untuk menjadi prinsip bagi partai politik memperbaiki pola rekrutmen calon kepala daerah, agar demokrasi di Indonesia bisa semakin baik.
“Sehingga ada kriteria yang lebih jelas bagi partai politik siapa yang layak untuk dicalonkan dalam penyelenggaraan Pilkada, sehingga demokrasi kita ke depan semakin baik, semakin matang, dan semakin berprespektif HAM,” ucap Komisioner Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi dalam keterangan video dikutip di Jakarta, Kamis.
Pramono menyebut, kriteria kepala daerah sadar HAM juga merupakan upaya Komnas HAM untuk mendorong terwujudnya penyelenggaraan Pilkada 2024 yang berdasarkan pada prinsip-prinsip HAM.
“Yang itu nanti akan kami dorong kepada partai-partai politik, terutama di tingkat nasional, agar mereka ketika merekrut calon-calon kepala daerah entah gubernur, bupati, wali kota, mereka menggunakan prinsip-prinsip ini,” ucap dia.
Kriteria kepala daerah sadar HAM Pilkada 2024 diluncurkan pada momentum Festival HAM 2024 di Kota Bitung, Sulawesi Utara, Rabu (31/7). Kriteria tersebut terdiri atas delapan poin.
Pertama, memiliki visi, misi, dan program kerja yang selaras dengan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan HAM.
Kedua, memperkuat program pembangunan daerah yang berprespektif HAM, inklusif, dan berkelanjutan.
Ketiga, memiliki komitmen untuk memperkuat demokrasi, supremasi hukum, dan tata kelola pemerintahan yang baik dan bebas dari tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Keempat, memiliki integritas dan tidak pernah dipidana karena korupsi, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan orang, narkoba, illegal logging (penebangan liar), dan pelanggaran HAM.
Kelima, memiliki rekam jejak, visi, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan serta memiliki komitmen dalam menyelesaikan konflik agraria.
Keenam, memiliki komitmen politik untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, seperti kasus penambangan liar, sengketa lahan, perizinan pendirian rumah ibadah, pencemaran lingkungan, dan lainnya.
Ketujuh, memiliki komitmen untuk mendorong dan mendukung penguatan organisasi masyarakat sipil dan pembela HAM, terutama dari kelompok rentan.
Kedelapan, memiliki komitmen untuk mengikuti proses pemilihan yang jujur, adil, mengedepankan visi, misi, dan program serta menghindari politik transaksional dan penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).