Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum dari Universitas Borobudur Jakarta Prof. Faisal Santiago sepakat dengan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan untuk mengubah syarat usia calon pimpinan (capim) KPK melalui Putusan Nomor 68/PUU-XXII/2024.
“Usia 50 menurut saya adalah usia matang dalam memimpin KPK. Jadi, hal yang wajar untuk tidak diubah,” ujar Faisal ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Faisal menilai, persyaratan berupa usia minimal 50 tahun memungkinkan munculnya calon pimpinan KPK dengan pengalaman yang mumpuni, baik dalam mencegah maupun memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
Menurut dia, untuk ke depannya, KPK harus memiliki pimpinan yang visioner dalam memberantas tindak pidana korupsi, berintegritas, serta memiliki komitmen yang tinggi.
Terlebih, lanjut dia, para calon pimpinan KPK tidak bisa menghindari kedekatan dengan para politisi. Ia merujuk pada mekanisme pemilihan yang melibatkan peran serta politisi, yakni uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR.
“DPR melakukan fit and proper test itu tidak bisa dihindari. Yang harus dijaga adalah, setelah terpilih benar-benar berkomitmen untuk melakukan tindak pidana korupsi di Indonesia,” ucapnya.
Pernyataan tersebut terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, yakni terkait syarat usia calon pimpinan (capim) komisi antirasuah, yang diajukan mantan penyidik KPK Novel Baswedan dan rekan.
MK pun menegaskan bahwa penentuan batasan usia dalam suatu undang-undang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang. Batasan usia dapat dinilai oleh MK, apabila ketentuan tersebut melanggar batasan kebijakan hukum terbuka.
Di sisi lain, MK juga tidak menemukan adanya pelanggaran batasan kebijakan hukum terbuka dalam perkara yang dimohonkan Novel dan rekan. Selain itu, ketentuan syarat usia yang dipersoalkan juga dinilai tidak menimbulkan problematika kelembagaan.
“Dengan mengubah batas syarat paling rendah usia calon pimpinan KPK menjadi lebih rendah atau menjadi lebih tinggi, menurut Mahkamah tidak akan serta-merta mengakibatkan bertambahnya jumlah pendaftar yang berintegritas atau berkurangnya jumlah pendaftar yang berintegritas,” ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 68/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.