Jakarta (ANTARA) - Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK menyebutkan selama seleksi tidak menemukan adanya pelanggaran etik yang dilakukan oleh Irjen Polisi Firli Bahuri.
"Terhadap hasil rekam jejak yang diserahkan langsung oleh Deputi bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) KPK kepada Pansel telah dilakukan uji silang dengan rekam jejak dari sejumlah lembaga," kata Wakil Ketua Pansel Capim KPK Indriyanto Seno Adji dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Adapun hasilnya, Pansel tidak menemukan sama sekali wujud keputusan formil Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) yang memutuskan secara definitif adanya pelanggaran berat etik oleh Firli Bahuri.
Indriyanto menyampaikan hal itu untuk meluruskan kesalahpahaman (misleading) pernyataan yang terkait dengan uji silang rekam jejak capim KPK, khususnya terhadap Firli Bahuri.
KPK sebelumnya menyebutkan adanya dugaan pelanggaran berat etik oleh Firli Bahuri, salah satu capim KPK yang sekarang sedang mengikuti tahap uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR RI.
"Sebagai bentuk tanggung jawab Pansel kepada publik terkait dengan 10 nama capim KPK, saya perlu memberikan dan meluruskan pernyataan tersebut. Permasalahan ini menjadi domain Pansel di ruang publik yang telah memberikan keputusan untuk meloloskan 10 nama capim KPK, termasuk Firli," papar Indriyanto.
Ia menjelaskan bahwa sejak tahap uji administratif, uji kompetensi, baik uji objektif maupun pembuatan makalah, kemudian psikotes, pemeriksaan, profile assessment, tes kesehatan, hingga wawancara dan uji publik, Firli memiliki tingkat konsistensi terbaik.
"Bahkan, bisa dikatakan seleksi dalam posisi terbaik yang dapat dipertanggungjawabkan sejak awal dengan 386 calon sampai 10 nama. Ini sudah menjadi keputusan bulat Pansel," katanya.
Pansel Capim KPK juga sudah melakukan cross examination terhadap positif dan negatif hasil rekam jejak Firli, baik dari BIN, BNPT, BNN, PPATK, Polri, Kejaksaan, maupun KPK.
Saat tahap wawancara atau uji publik, Firli sudah mengklarifikasi dan menjelaskan bahwa tidak ada keputusan DPP.
Pansel pun secara eksploratif telah mendalami masukan-masukan dari KPK dan masyarakat sipil, yang hasilnya juga tidak menemukan kuputusan formal DPP atas pelanggaran etik, kecuali pernyataan-pernyataan, rumusan-rumusan, dan ucapan-ucapan obscuur yang dapat menciptakan stigma dan labelisasi negatif kepada capim.
"Pernyataan, rumusan, dan ucapan yang dikemas dan disebar di ruang publik ini dapat menciptakan misleading statement dan character assassination yang tentunya merugikan harkat dan martabat capim. Apalagi, bila pernyataan itu justru untuk menciptakan labelisasi stigma negatif dari tujuan eleminasi tahapan uji kepatutan dan kelayakan capim," tuturnya.
Menurut Indriyanto, terlepas dari pro dan kontra atau suka dan tidak suka, semua pihak harus bersikap bijak terhadap proses uji calon di DPR.
"Jangan prejudice bahkan menebar kezaliman dan kebencian yang berdampak pada disharmonisasi kelembagaan penegak hukum," katanya.
Pernyataan-pernyataan yang menyesatkan dengan stigma, kata Indriyanto, merupakan wujud dari demokrasi yang tidak sehat dan melanggar tataran hukum di ruang publik, yang seharusnya dihormati.
"Saya minta semua pihak untuk percaya kepada semua mekanisme yang sedang berjalan di DPR," ucapnya.
Baca juga: Masinton nilai pimpinan KPK berpaham anarko
Baca juga: Kenal lebih dekat 10 calon pimpinan KPK