Moskow (ANTARA) - Mendiang pemimpin gerakan Lebanon Hizbullah, Hassan Nasrallah sempat menyetujui gencatan senjata sementara dengan Israel beberapa hari sebelum gugur di Beirut, kata Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib.
Pada 25 September Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan mitranya Presiden Prancis Emmanuel Macron mengeluarkan pernyataan bersama untuk gencatan senjata antara Israel dan Lebanon.
"Dia (Nasrallah) setuju, dia setuju ... Kami sepenuhnya sepakat. Lebanon menyetujui gencatan senjata dengan berkonsultasi dengan Hizbullah. Ketua Parlemen (Lebanon) Nabih Berri berkonsultasi dengan Hizbullah dan kami memberi tahu pihak Amerika dan Prancis tentang apa yang terjadi. Mereka mengatakan kepada kami bahwa (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu juga menyetujui pernyataan yang dikeluarkan kedua presiden (Biden dan Macron)," kata Menlu kepada CNN.
Menteri Bou Habib juga menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat menyetujui usulan yang diajukan oleh kedua presiden tersebut.
Baca juga: Rusia heran terhadap Dewan Keamanan PBB tolak gencatan senjata di Gaza
Bou Habib menambahkan bahwa Lebanon mengandalkan bantuan Amerika Serikat sebab mereka berperan "sangat penting" dalam situasi ini dan Beirut tampaknya tidak memiliki opsi lain.
Nasrallah wafat dalam serangan udara Israel di Beirut pada 27 September.
Israel dan Hizbullah yang berbasis di Lebanon saling meluncurkan serangan roket dan serangan udara sejak pekan lalu.
Rezim Zionis itu mengirim pasukan melintasi perbatasan pekan ini dan bentrokan di darat dimulai lebih awal pada Rabu (2/10).
Akibatnya, banyak negara mengevakuasi warga mereka dari Lebanon karena faktor ketidakamanan.
Serangan rudal yang dilancarkan Iran terhadap Israel pada Selasa (1/10) dianggap hanya memperburuk ketegangan di kawasan tersebut.
Sumber: Sputnik-OANA