Jakarta (ANTARA) - Kepala Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45) Jaleswari Pramodhawardani berpendapat reformasi pertahanan masih perlu menjadi prioritas pemerintahan Prabowo Subianto.
Reformasi pertahanan itu, dia melanjutkan, mencakup di antaranya kenaikan anggaran pertahanan, perencanaan yang matang terutama terkait kelanjutan pemenuhan kekuatan pokok minimum (MEF), revisi UU TNI, kendali sipil terhadap militer, dan memperkuat profesionalisme TNI.
“Agenda reform itu harus dilakukan secara tegas. Reformasi pertahanan harus tetap menjadi agenda penting di pertahanan,” kata Jaleswari menjawab pertanyaan ANTARA selepas acara seminar nasional Lab 45 tentang modernisasi TNI di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa.
Terkait masalah anggaran, Jaleswari menyebut sejauh ini anggaran pertahanan tidak pernah mencapai satu persen dari PDB. Padahal, berbagai program mendesak seperti modernisasi alutsista TNI, peningkatan kesejahteraan prajurit, dan penguatan TNI membutuhkan biaya yang besar. Dia melanjutkan pertahanan yang kuat itu juga faktor penting untuk menjaga dan memelihara stabilitas di berbagai bidang.
“Kenaikan anggaran pertahanan itu mau tidak mau harus dilakukan,” kata Kepala Lab 45.
Kemudian, terkait kelanjutan MEF, Jaleswari menyebut pemerintahan ke depan tentu harus membuat perencanaan jangka panjang untuk membangun postur kekuatan tiga matra TNI. MEF yang merupakan acuan pemenuhan kekuatan pokok minimum TNI pada akhir 2024 bakal berakhir. Pencapaian MEF saat ini rata-rata di kisaran 70 persen.
“MEF ke depan itu akan seperti apa? Karena kita tahu bahwa itu acuan bagi Kementerian Pertahanan apakah kawan-kawan TNI itu sudah mencapai target yang sesuai, yang sudah direncanakan,” kata Kepala Lab 45.
Sementara terkait revisi UU TNI, Jaleswari menyebut Lab 45 mendukung upaya merevisi Undang-Undang TNI, tetapi poin-poin revisi harus dipastikan untuk memperkuat TNI terutama untuk merespons tantangan dan dinamika global.
“RUU TNI itu setidaknya memenuhi persyaratan, apakah itu merespons tantangan global hari ini, apakah itu membuat TNI lebih profesional, efektif, dan efisien. Nah, persyaratan-persyaratan itu harus dijawab, dan itu tidak bisa mencuplik 1–2 pasal dan merevisinya,” kata Jaleswari.
Kemudian, terkait kendali sipil terhadap militer, Jaleswari menyebut itu bagian dari mewujudkan profesionalisme TNI.
“Kendali efektif sipil terhadap militer itu menjadi salah satu bagian dari profesionalisme, dan tentu saja TNI yang harus dibiayai negara. Jangan sampai membiayai dirinya sendiri, tetapi dia harus dijamin kesejahteraannya juga oleh negara,” kata dia.
Oleh karena itu, kenaikan anggaran pertahanan pun mutlak jika ingin meningkatkan profesionalisme TNI.
Terkait profesionalisme prajurit, Jaleswari menyebut itu tidak cukup hanya dengan meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi juga soal pendidikan, keterampilan, dan banyak kompetensi lainnya.
Kemudian, poin lain soal profesionalisme prajurit, Jaleswari menyoroti soal tren promosi, mutasi, dan rotasi beberapa perwira TNI dalam beberapa tahun terakhir. Dia mengingatkan ke depan sebaiknya faktor kedekatan personal tidak lagi dikedepankan dalam promosi perwira TNI.
“Jangan pertimbangan kedekatan personal menjadi satu-satunya alasan untuk mempromosikan perwira TNI,” kata dia.
Hasil kajian Lab 45 menunjukkan riwayat kedekatan “kental” terlihat dalam beberapa promosi jabatan perwira TNI. Dalam daftar yang ditampilkan Lab 45 saat seminar, faktor kedekatan itu terlihat cukup banyak untuk promosi jabatan di lingkungan TNI Angkatan Darat, kemudian TNI Angkatan Udara, dan yang paling sedikit di lingkungan TNI Angkatan Laut.
Bagi Jaleswari, jika promosi menomorduakan pertimbangan-pertimbangan profesional, itu dapat melemahkan organisasi TNI.
“Itu akan merusak sistem, merusak organisasi, dan artinya melemahkan TNI,” kata dia.