Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Suhartoyo berpesan kepada mahasiswa untuk mengawal pembentukan undang-undang agar melindungi hak-hak konstitusional warga negara Indonesia (WNI).
"Kalau bisa, dari sejak awal para mahasiswa, para pemangku kepentingan, para anggota masyarakat, dan bisa mengawal pembentukan undang-undang yang sedang berjalan," ujar Suhartoyo dalam kegiatan UIN Law Fair VII dan Penandatanganan MOU dipantau dari Jakarta, Jumat.
Suhartoyo mengingatkan kepada Mahkamah Konstitusi adalah sebuah ultimum remedium atau jalan akhir dalam penegakan hukum.
Hak-hak konstitusional warga negara Indonesia semestinya sudah diperjuangkan dari awal pembuatan undang-undang. Mahkamah Konstitusi baru menjadi pilihan ketika implementasi undang-undang atau norma dalam undang-undang tersebut tidak bisa memberi proteksi kepada hak konstitusional warga negara.
"Jangan sampai ultimum remedium menjadi di depan. MK seharusnya ada di belakang, ada di muara hukum, bukan di hulu," ucap Suhartoyo.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi menjalin kerja sama dengan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Suhartoyo mengatakan bahwa perguruan tinggi merupakan rumah bagi para pemikir dan para cendekiawan yang bisa menjadi penyambung lidah Mahkamah Konstitusi untuk memberi perlindungan hak konstitusional warga negara.
"Peran perguruan tinggi yang bisa menjadi perpanjangan tangan dari Mahkamah Konstitusi memberikan pemahaman konstitusional terhadap lingkungan kampus, kemudian lingkungan warga yang ada di sekitar mahasiswa," kata dia.
Berbekal pengetahuan mengenai perlindungan hak konstitusional warga negara, Suhartoyo berharap akademisi dan mahasiswa secara aktif mengawal pembentukan undang-undang.
"Mudah-mudahan kerja sama yang terbangun nanti akan betul-betul bisa mencapai upaya maksimal daripada MK di dalam memberikan pemahaman terhadap perlindungan-perlindungan hak konstitusional warga negara," ucap Suhartoyo.