Istanbul (ANTARA) - Perdana Menteri Ukraina Denys Shmyhal pada Rabu (9/4) menyatakan putaran baru negosiasi dengan Amerika Serikat terkait kesepakatan mineral kritis akan dimulai pekan ini, dan delegasi teknis Ukraina pun akan berangkat ke AS untuk melakukan pembicaraan di tingkat teknis.
“Saat ini kami sedang dalam proses negosiasi dengan Amerika Serikat terkait perjanjian mineral, secara khusus, ini adalah kesepakatan mengenai peluncuran dana investasi,” ujar Shmyhal dalam konferensi pers di sela-sela kegiatan Dewan Asosiasi Uni Eropa-Ukraina di Brussels.
Ia menekankan bahwa Ukraina memiliki sejumlah “garis merah” dalam perundingan tersebut.
“Yang pertama adalah Konstitusi kami. Kedua, aspirasi kami untuk bergabung dengan Uni Eropa dan komitmen kami terhadap integrasi Eropa. Jadi, ini juga menjadi garis merah, termasuk dalam konteks hukum internasional.”
Shmyhal juga menegaskan bahwa perjanjian tersebut haruslah berbentuk kemitraan.
“Kesepakatan itu harus bersifat kemitraan. Artinya, dengan ketentuan yang setara bagi kedua belah pihak,” tambahnya.
Ia mengungkapkan bahwa Ukraina tengah membentuk delegasi teknis khusus dan bekerja sama dengan firma hukum internasional.
“Kami juga bekerja sama dengan firma hukum internasional, dan akan mengirimkan delegasi kami bersama para penasihat hukum ke Amerika Serikat pada akhir pekan ini. Saya kira negosiasi teknis akan berlangsung sepanjang akhir pekan dan pekan depan, dan kita akan melihat hasilnya setelah proses tersebut selesai.”
“Kami cukup optimistis karena kami yakin harus menemukan solusi agar perjanjian ini bisa terwujud. Saya percaya tim teknis kedua negara akan bekerja sama dengan baik.”
Perjanjian yang memungkinkan Amerika Serikat mengakses mineral tanah jarang (rare earth minerals) Ukraina semula dijadwalkan untuk ditandatangani di Gedung Putih pada akhir Februari.
Namun, rencana tersebut dibatalkan setelah terjadi perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Bulan lalu, Zelenskyy menyatakan bahwa AS telah mengirimkan rancangan baru perjanjian mineral yang “sangat berbeda” dari versi sebelumnya.
Janjikan untuk Ukraina
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menegaskan kembali komitmen blok tersebut terhadap Ukraina.
Berbicara bersama Shmyhal, Kallas menekankan bahwa Ukraina saat ini “sedang berperang dalam konflik yang hanya Rusia yang ingin lanjutkan,” dan menyoroti pentingnya dukungan segera komunitas internasional.
“Ukraina sangat membutuhkan amunisi berkaliber besar. Dua juta peluru akan menjadi kontribusi kami,” ujarnya sembari menambahkan bahwa Uni Eropa dan negara-negara anggotanya telah menyediakan lebih dari satu juta peluru baik dalam bentuk pesanan maupun janji.
Ia juga mengumumkan bahwa “Ukraina akan segera menerima sisa dana dari tranche pertama keuntungan aset Rusia yang dibekukan. Jumlahnya mencapai 1,4 miliar euro (sekitar Rp25,9 triliun),” dengan tranche kedua senilai 2,1 miliar euro (sekitar Rp38,9 triliun) dijadwalkan mulai disalurkan akhir bulan ini.
“Sebagian besar dari dana 1 miliar euro (sekitar Rp18,5 triliun) ini akan mendukung industri pertahanan Ukraina sendiri,” ujarnya.
Kallas juga menuding China turut memperkuat kemampuan perang Rusia.
“Tanpa dukungan dari China, Rusia tidak akan mampu menjalankan perang dalam skala sebesar saat ini,” katanya.
Sementara itu, Komisioner Perluasan Uni Eropa, Marta Kos, menyebut dukungan terhadap Ukraina sebagai “investasi strategis jangka panjang demi keamanan dan keselamatan Eropa.”
Ia menyebut bahwa blok tersebut telah mengerahkan dana sebesar 144 miliar euro (sekitar Rp2,6 kuadriliun) sejak perang dimulai pada 2022.
“Kemajuan dalam pengakuan standar teknis bersama, kebijakan roaming, serta persiapan integrasi ke dalam SEPA (Single Euro Payments Area), menunjukkan bahwa Ukraina bukan lagi berada di pinggiran Eropa, melainkan telah menjadi bagian dari jantung Eropa.”
Sumber: Anadolu