Pontianak (ANTARA) - Meski tidak memiliki latar pendidikan di bidang pertanian, Ramli petani jeruk Desa Gapura, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat melahirkan teknologi Modifikasi Ramli Gapura (moraga) yang mampu membuat produktivitas dan kualitas jeruk di atas petani rata - rata. Bahkan dengan teknologi tersebut bisa berbuah berjenjang dan bisa 13 panen dalam setahun. Sedangkan untuk teknologi biasanya hanya 2-3 kali panen dalam setahun.
Pada 2018 lalu menjadi awal baginya untuk mengembangkan teknologi moraga tersebut. Teknologi tersebut lahir atas kemampuannya mengamati dan melakukan uji coba di kebunnya. Untuk jenis jeruk yang dibudidayakan beragam mulai siam, madu dan madu susu.
Ramli menjelaskan kunci dari teknologi moraga yakni selain mulai dari bibit juga melakukan pemupukan secara rutin agar mutu buah yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Pola pemberian pupuk ini dilakukan agar kondisi tanaman sehat dan mampu tumbuh dengan baik, berbunga dan berbuah secara berkelanjutan.
"Penting juga mengatur masa panennya dengan pemangkasan terhadap pohon, sehingga dalam satu pohon tumbuh kembang buah jeruk berbeda dalam setiap tingkatan. Terdapat tujuh tingkat dalam satu pohon. Setiap tingkatan memiliki masa panen yang berbeda-beda pula. Pengaturan masa panen juga berkaitan dengan pasar dan harga," jelas dia belum lama ini saat ditemui di kediamannya.
Dari 170 batang yang ia tanam, kini bisa panen 70 kilogram per batang dalam setahun atau bisa mencapai 10 ton seluruhnya. Dengan produktivitas yang tinggi dan kualitas buah yang terjamin dari teknologi dan ketelatenan tersebut, membuat ia dijuluki rekannya sebagai "profesor jeruk Sambas". Hadirnya teknologi tersebut membuat angin segar bagi petani karena asa agar petani sejahtera bisa diwujudkan.
Hingga saat ini sudah sebanyak 85 petani jeruk yang tersebar di 67 desa di Kabupaten Sambas saat ini telah menerapkan teknologi moraga dalam meningkatkan produktivitas tanaman jeruk. Petani yang ada dibina secara gratis dan hasil bisa ditampungnya dengan harga lebih tinggi di pasar.
Pada awalnya memang banyak yang tidak percaya akan teknologi tersebut, namun setelah mengikuti atau mempraktekkan teknologi yang ada di bawah bimbingnnya banyak petani secara ekonomi bangkit.
"Kita sudah ada pasar khusus dan diterima dengan harga tinggi. Jadi petani Moraga semua berhimpun dan kita siap tampung dengan harga yang jauh lebih tinggi. Saat ini permintaan dalam tiga hari bisa 165 ton. Daya mampu kami hanya masih 22 ton. Untuk itu lah kita merangkul petani lainnya untuk bergabung dengan kami menerapkan teknologi mogra," jelas dia.

Komoditas Unggulan
Jeruk sejak dulu hingga kini sudah menjadi komoditas unggulan dan identitas dari Kabupaten Sambas dan terus dibudidayakan oleh petani yang didukung pemerintah baik daerah maupun pusat.
Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalbar, produksi jeruk siam atau keprok tahun 2023 di Kalbar 110.934 ton dan di Kabupaten Sambas sendiri 88.119 ton. Kemudian hingga Triwulan II 2024 , produksi jeruk di Kalbar sebesar 56.587 ton dan Kabupaten Sambas 46.098 ton.
Bupati Sambas, Satono mengatakan hadirnya teknologi moraga dapat membangkitkan semangat petani jeruk lainnya, karena hasil panen yang cukup bagus dan memuaskan.
“Ini sebagai pemantik semangat bagi seluruh petani jeruk bahwasanya tanah yang subur di tanah orang yang ahli, bisa untuk menanam jeruk dan bisa membuahkan hasil yang luar biasa,” kata dia.
Orang nomor satu di Kabupaten Sambas berharap dengan semakin banyaknya petani jeruk yang berhasil, tentu akan memberikan dampak positif terhadap daerah khususnya naiknya nilai perekonomian. Pasalnya hingga kini harga jeruk cukup stabil mulai harga Rp8.000 hingga belasan ribu per kilogram. Dengan produktivitas tinggi dan berbuah sepanjang tahun harga akan lebih stabil tanpa ada kata banjir buah jeruk yang ketika itu harga bisa anjlok.

Sasaran Klaster BRI
Dengan kelembagaan petani melalui kelompok tani (poktan) dan adanya teknologi moraga dalam budidaya jeruk yang menjanjikan bagi petani mendapat perhatian dan menjadi sasaran hadirnya klaster Bank Rakyat Indonesia (BRI) melalui program Klasterku Hidupku.
Program Klasterku Hidupku merupakan kelompok usaha yang terbentuk berdasarkan kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan, dan atau keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
Mantri BRI Cabang Singkawang, Muhammad Hafiz melihat potensi pertanian jeruk di Gapura dan adanya teknologi moraga dari Ramli menjadi perhatian pihaknya untuk didukung dan maju ke depan.
Hingga saat ini BRI tengah melakukan penjajakan dan pendataan agar poktan tani yang menerapkan moraga masuk dalam klaster BRI. Apalagi saat ini juga sejumlah petani moraga adalah nasabah BRI.
Menurut Hafiz ke depan dengan masuk program klaster BRI banyak kemudahan layanan atau program agar petani terus berkembang dan maju. Bahkan layanan pembiayaan dan lainnya bisa dimaksimalkan.
"Produktivitas dan kualitas dari petani jeruk moraga ini sudah terbukti baik dan sudah memiliki pasar tersendiri. Itu sangat potensial untuk dikembangkan secara luas. Kami melalui klaster BRI siap mendukung," ucap dia.