Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengidentifikasi sejumlah tantangan dan permasalahan yang ditemukan dalam sektor pertambangan dalam negeri termasuk belum optimalnya pengawasan yang berdampak kepada lingkungan.
Kepala Satuan Tugas (Satgas) Korsup Wilayah V KPK Dian Patria dalam diskusi terkait Raja Ampat yang diikuti daring di Jakarta, Kamis, menyampaikan terdapat 10 tantangan dan permasalahan sektor pertambangan mulai dari resentralisasi kewenangan, ekspor ilegal dan ketidakpatuhan pemegang izin.
"Lemahnya pengawasan, ini fakta jelas lah, sudah bertahun-tahun kok kayak kalau tidak dibikin ramai mungkin mata kita semua tidak terbuka," kata Dian.
Dia juga mengatakan adanya dampak lingkungan yang tidak dapat dipungkiri ketika membicarakan industri ekstraktif termasuk dalam kegiatan pertambangan. KPK sendiri menerima banyak aduan terkait korupsi di sektor sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk yang terjadi di wilayah Indonesia timur.
Baca juga: Kemenhut dalami isu tambang Raja Ampat meski izin sudah dicabut
Dian bahkan mengaku sempat menyoroti banyaknya tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya dalam laporan beberapa tahun sebelumnya.
Selain itu, terdapat pula isu tenaga kerja asing, kemunculan kembali izin usaha pertambangan (IUP) yang dibatalkan, kontribusinya terhadap ekonomi lokal, konflik sosial dan penambangan ilegal.
Khusus untuk perizinan, mengatakan dari 11 ribu IUP, sekitar 1.850 di antaranya tidak memiliki perencanaan pertambangan dan produksi (mine planning and production/MPP).
Dia tidak memungkiri terjadi kerugian negara terjadi, salah satunya karena ekspor ilegal. Namun, di sisi lain KPK melihat adanya kerugian yang muncul juga dari sisi kerusakan lingkungan.
"Kita dapat berapa sih sebenarnya dibandingkan memulihkan karang, lingkungan yang rusak, itu mungkin tidak seberapa," jelasnya.
Baca juga: KKP mengusulkan revisi pengelolaan pulau kecil imbas kasus Raja Ampat