Pontianak (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) menegaskan komitmennya mewujudkan pemerataan tenaga dokter hingga ke daerah terpencil sekaligus memperkuat etika profesi kedokteran sebagai pilar utama peningkatan kualitas layanan kesehatan.
"Banyak dokter tidak mau berlama-lama di daerah. Padahal masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dengan mereka yang tinggal di kota. Untuk itu, kita akan melakukan pemerataan dokter di Kalbar," kata Sekretaris Daerah Kalbar, Harisson saat membuka Musyawarah Wilayah (Muswil) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Barat tahun 2025 di Pontianak, Minggu.
Kegiatan yang dirangkai dengan Seminar Ilmiah bertema “World Sight Day dan World Diabetes Day: Kolaborasi Multidisiplin Menuju Perlindungan Pasien dan Tenaga Kesehatan” tersebut menyoroti tantangan kesehatan global serta pentingnya kolaborasi berbagai disiplin medis.
Namun, bagi Pemprov Kalbar, isu strategis yang perlu segera ditangani adalah pemerataan dokter di seluruh wilayah, terutama daerah yang sulit dijangkau.
Sekda Harisson menekankan bahwa masyarakat di wilayah terpencil memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berkualitas seperti masyarakat di kota. Ia mengakui bahwa retensi dokter, terutama dokter spesialis, di daerah terpencil masih rendah dan perlu ditangani dengan pendekatan yang lebih komprehensif.
Dirinya juga mendorong IDI untuk mengkaji akar permasalahan yang menyebabkan tenaga dokter enggan bertugas di daerah, mulai dari faktor kesejahteraan hingga akses pengembangan kompetensi.
"Teman-teman di daerah remote itu punya hak yang sama atas pelayanan kesehatan. Maka IDI harus mencari tahu apa masalahnya, apakah soal kesejahteraan, atau akses ke ilmu, agar dokter bisa betah dan retensinya lebih lama," katanya.
Harisson juga mendukung upaya mendekatkan pendidikan spesialis ke tingkat kabupaten, sehingga dokter dapat terus mengembangkan kompetensi tanpa harus meninggalkan pasien dalam jangka waktu lama.
"Kalau pendidikan spesialis bisa mendekat ke kabupaten, saya sangat mendukung. Dengan begitu dokter tidak perlu meninggalkan pasiennya di daerah," katanya.
Selain pemerataan dokter, Harisson juga menekankan pentingnya memperkuat etika profesi kedokteran sebagai fondasi kuat organisasi. Menurutnya, dinamika pendapat antar dokter merupakan bagian dari perkembangan ilmu, namun harus tetap dibingkai oleh etika yang menjaga keutuhan organisasi.
"Etika ini harus benar-benar dijaga agar organisasi kita memiliki martabat. Tidak menjelekkan sejawat, menjaga kebersamaan, dan memperlakukan rekan dokter sebagaimana kita ingin diperlakukan," kata Harisson.
Ia menilai IDI Kalbar selama ini tetap solid meskipun terdapat dinamika internal, dan berharap Muswil IDI 2025 mampu memperkuat kembali komitmen organisasi dalam menjaga profesionalitas serta menjawab tantangan kesehatan di daerah.
"IDI harus menjaga kewenangannya sebagai organisasi profesi yang melindungi dokter, sekaligus memastikan layanan kesehatan di daerah terpencil tetap terpenuhi," tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PB IDI, dr. Telogo Wisma Agung Durmanto, menyampaikan perkembangan terkait persyaratan Satuan Kredit Profesi (SKP) untuk perpanjangan Surat Izin Praktik (SIP), termasuk rencana penurunan syarat SKP menjadi 100 poin jika putusan Mahkamah Konstitusi disetujui.
"Aturan ini diharapkan mempermudah dokter dalam menjaga legalitas praktik, terutama bagi mereka yang bertugas di wilayah dengan akses keterbatasan," katanya.
