Pontianak (ANTARA Kalbar) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengakui rencana pengembangan investasi kawasan dalam skala luas untuk pertanian masih terhambat dalam aturan kepemilikan lahan.

"Sebenarnya banyak pihak swasta yang tertarik untuk membangun kawasan pangan, tetapi terhambat aturan di BPN," kata Asisten Deputi Urusan Kelembagaan dan Pembiayaan Pertanian dan Kelautan, Kemenko Perekonomian, Wiwiek Dwi Saksiwi di Pontianak, Kamis.

Padahal, lanjut dia, pemerintah sudah sejak tahun 2008 telah menerbitkan aturan yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada tahun 2008, telah terbit Inpres No 5 Tahun 2008 mengenai kecukupan pangan.

Kemudian, terbit Inpres No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. "Lalu diperkuat lagi dengan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 2010 yang mengatur tentang investasi pangan skala luas termasuk luas dan batasan," kata Wiwiek.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, swasta maksimal 10 ribu hektare dengan komposisi saham 49 persen untuk swasta, sisanya mitra. "Ini agar kedaulatan pangan tetap terjaga, tidak diserahkan sepenuhnya ke swasta," ujar dia.

Namun, lanjut dia, keluhan dari pihak swasta mengenai status kepemilikan lahan karena untuk tanaman semusim tidak dapat diterbitkan hak guna usaha (HGU). "Melainkan HGU hanya untuk tanaman tahunan," katanya.

Salah satu solusinya, lahan yang akan dikelola menjadi hak pinjam pakai yang fungsinya seperti HGU. "Dan hak pinjam pakai seharusnya juga bisa dijadikan agunan di bank," kata dia.

Namun, sejauh ini BPN belum memberikan keterangan tertulis mengenai status hak pinjam pakai ke perbankan.

Kendala lain dalam pengembangan kawasan pangan diantaranya tumpang tindih lahan atau status lahan belum menjadi areal penggunaan lain sehingga harus diusulkan terlebih dahulu.

(T011)

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012