Yogyakarta (Antara Kalbar) - Batas kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota perlu dipertegas untuk menghindari munculnya kebijakan yang tumpang tindih, kata pakar pemerintahan Universitas Gadjah Mada Abdul Ghafar Karim.
"Sebenarnya tidak semua level pemerintahan daerah harus memiliki wewenang memutuskan dan membuat regulasi, seperti sekarang ini," kata Ghafar di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, sejauh ini belum ada pembagian yang jelas antara kewenangan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Seluruh level pemerintahan bahkan kabupaten/kota tidak hanya sebagai pelaksana, melainkan memiliki kewenangan untuk membuat peraturan sendiri.
"Kalau semua membuat aturan lalu siapa yang melaksanakan? harusnya ada level lebih bawah yang fungsinya melakasakan ketentuan yang dibuat di level yang lebih tinggi," kata dia.
Menurut dia, model pembagian tugas antara provinsi dan kabupaten/kota, baru secara tegas terlihat di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta.
Menurut dia, di DKI Jakarta, pemerintah kabupaten/kota hanya memiliki fungsi sebagai pelaksana regulasi yang dibuat oleh provinsi.
"Bupati, dan wali kota, serta lurah di Jakarta, tidak memiliki wewenang untuk memutuskan. Kewenangan mereka hanya melaksanakan putusan gubernur," kata dia.
Sementara, di daerah lainnya, pemerintah kabupaten/kota tetap dapat membuat aturan sendiri."Dengan kewenangan yang setara dengan provinsi, implikasinya akan banyak kabupaten/kota yang membangkang kepada provinsi," kata dia.
Menurut dia, pembatasan kewenangan level pemerintahan provinsi-kabupaten/kota tidak bertentangan dengan konsep otonomi daerah.
Meskipun kabupaten/kota diberi kewenangan yang luas di beberapa daerah otonom, namun pelaksanaan otonomi daerah tentu juga tidak harus seragam.
"Aturan otonomi daerah tidak perlu sama. Misalnya di Provinsi Jawa Timur memang memerlukan bupati dan wali kota yang memiliki kewenangan mengatur, namun di Jakarta atau bahkan Yogyakarta seharusnya tidak, karena konteks dan kebutuhannya berbeda," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Sebenarnya tidak semua level pemerintahan daerah harus memiliki wewenang memutuskan dan membuat regulasi, seperti sekarang ini," kata Ghafar di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, sejauh ini belum ada pembagian yang jelas antara kewenangan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Seluruh level pemerintahan bahkan kabupaten/kota tidak hanya sebagai pelaksana, melainkan memiliki kewenangan untuk membuat peraturan sendiri.
"Kalau semua membuat aturan lalu siapa yang melaksanakan? harusnya ada level lebih bawah yang fungsinya melakasakan ketentuan yang dibuat di level yang lebih tinggi," kata dia.
Menurut dia, model pembagian tugas antara provinsi dan kabupaten/kota, baru secara tegas terlihat di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta.
Menurut dia, di DKI Jakarta, pemerintah kabupaten/kota hanya memiliki fungsi sebagai pelaksana regulasi yang dibuat oleh provinsi.
"Bupati, dan wali kota, serta lurah di Jakarta, tidak memiliki wewenang untuk memutuskan. Kewenangan mereka hanya melaksanakan putusan gubernur," kata dia.
Sementara, di daerah lainnya, pemerintah kabupaten/kota tetap dapat membuat aturan sendiri."Dengan kewenangan yang setara dengan provinsi, implikasinya akan banyak kabupaten/kota yang membangkang kepada provinsi," kata dia.
Menurut dia, pembatasan kewenangan level pemerintahan provinsi-kabupaten/kota tidak bertentangan dengan konsep otonomi daerah.
Meskipun kabupaten/kota diberi kewenangan yang luas di beberapa daerah otonom, namun pelaksanaan otonomi daerah tentu juga tidak harus seragam.
"Aturan otonomi daerah tidak perlu sama. Misalnya di Provinsi Jawa Timur memang memerlukan bupati dan wali kota yang memiliki kewenangan mengatur, namun di Jakarta atau bahkan Yogyakarta seharusnya tidak, karena konteks dan kebutuhannya berbeda," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014