Pontianak (Antara Kalbar) - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Senin, menahan tersangka RAS, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Kapuas Hulu, karena diduga melakukan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan rumah dinas Pemda Kapuas Hulu.

Kerugian negara, dalam kasus tersebut, mencapai Rp1,6 miliar tahun anggaran 2006. "Sejak hari ini, kami menetapkan RAS sebagai tersangka dalam kasus ganti rugi lahan fiktif yang akan dipergunakan untuk membangun rumah dinas Pemda Kapuas Hulu," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Kalbar Didik Istiyanta di Pontianak, Senin.

Didik menjelaskan tanah seluas 68 hektare tersebut berada di perbatasan antara Desa Pala Pulau dan Desa Sibau Ilir, Kecamatan Putusibau Utara. "RAS salah satu dari tim sembilan pada proyek pengadaan tanah tahun 2006 sehingga merugikan negara sekitar Ro1,6 miliar," ujar Didik.

Usai menetapkan RAS sebagai tersangka, Kejaksaan Tinggi Kalbar langsung menjebloskan Kadishubkominfo Kabupaten Kapuas Hulu itu ke Rutan Kelas IIA Pontianak.

Ras diancam UU Tindak Pidana Korupsi, pasal 2 ayat 1, subsider pasal 3, tentang tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan rumah dinas Pemda Kapuas Hulu, dengan ancaman kurungan penjara selama 20 tahun.

Sementara itu, Penasihat Hukum tersangka, Tobias Ranggi menyatakan keberatannya atas dijebloskannya kliennya tersebut ke Rutan Kelas IIA Pontianak.

"Hingga saat ini, kami juga belum tahu apa masalahnya, karena di dalam surat panggilan yang kami terima, tidak ada satu pun kalimat yang menyatakan bahwa klien kami ini telah melakukan tindak pidana korupsi sehubungan dengan pembebasan tanah masyarakat Dayak Taman," ungkapnya.

Karena, menurut dia, yang namanya panggilan itu, harusnya disesuaikan dengan materi pokok perkaranya, sebab dalam panggilan tidak menyebutkan pasal mana yang dilanggar, tentunya dalam surat panggilan tersebut harus disebutkan kasusnya apa dan disangkakan dengan pasal berapa.

"Jaksa tidak menyebutkan apa yang disangkakan, itu yang juga menjadi persoalan. Apalagi, lahan tersebut sudah diganti rugi oleh Pemda Kapuas Hulu sekitar Rp1,7 miliar kepada pihak pemilik tanah tersebut," ujarnya.

Tonias Ranggi menilai, masalah ganti rugi lahan itu adalah persoalan perdata, terkait kepemilikan lahan tersebut, apakah milik orang Dayak Taman ataukah Dayak Iban.

Menurut dia tanah itu milik orang Iban, dan masyarakat disana juga mengakui kalau tanah itu milik orang Iban.

Mengenai pengadaan lahan, menurut kuasa hukum tersangka, memang ada anggapan bahwa itu tanah negara, tanah ini berasal dari tanah orang Iban, yang digarap sejak tahun 1950-an, kalau di Kapuas Hulu tanah adat tidak mengenal adanya ganti rugi garapan, melainkan ganti rugi tanah.

Menurut di sudut pandang inilah yang berbeda dengan para penegak hukum. Sekarang persoalannya apakah negara yang terbentuk dulu atau adat yang ada terlebih dahulu.

Masyarakat Adat sudah terbentuk sejak sebelumnya negara terbentuk, katanya.

Pewarta: Andilala

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014