Gubernur Kalimantan Barat, Surtarmidji, menegaskan kepada setiap pemda yang ada di Kalbar agar bisa lebih ketat dalam mengeluarkan administrasi kependudukan untuk mencegah berbagai hal yang tidak diinginkan, salah satunya adalah menekan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Menurut saya, akar masalah dari TPPO yang terjadi di Kalbar terletak pada dokumen kependudukan dimana rata-rata yang nikah kontrak, umur si korban yang sebenarnya tidak mencukupi, justru dinaikkan ada juga statusnya yang dipalsukan. Kelemahannya ada pada sistem administrasi kita, dimana hal ini dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk mendapatkan keuntungan," kata Sutarmidji saat menghadiri kegiatan Rakor pencegahan kasus TPPO di Pontianak, Rabu.
Baca juga: Bupati Karolin beri bantuan hukum kepada korban TPPO
Baca juga: Lagi, Polres Singkawang gagalkan warga yang hendak dijual ke China
Dia mencontohkan, Surat Keterangan Kependudukan (Sukep) yang saat ini masih bisa menjadi celah untuk pemalsuan data administrasi kependudukan.
Sutarmidji menjelaskan, untuk Sukep tersebut berlaku selama enam bulan dan terbilang cukup panjang. Seharusnya kata dia, Sukep itu hanya diberlakukan untuk satu urusan saja, dalam hal ini bukan maksud dirinya untuk menghambat admnistrasi kependudukan, namun untuk mencegah berbagai penyimpangan yang bisa saja terjadi.
Kemudian, lanjutnya, seharusnya pihak imigrasi memiliki alat untuk memastikan keaslian E-KTP, sehingga jika ada pihak yang ingin memalsukan administrasi kependudukannya, maka akan dengan mudah terdeteksi oleh alat tersebut karena di dalam e-KTP terdapat chip yang sulit untuk dipalsukan.
"Perlu kita ketahui bersama, kenapa Sukep ini bisa dimanfaatkan untuk hal yang tidak sesuai peruntukannya, karena untuk pembuatan e-KTP sendiri sampai saat ini belum memenuhi kuota yang ada karena tidak adanya blangko e-KTP dari pemerintah pusat. Hampir semua Disdukcapil di kabupaten/kota di Kalbar tidak memiliki blangko e-KTP karena pusat tidak pernah memenuhi kebutuhan blanko yang diperlukan oleh pemerintah daerah. diminta untuk 10.000 warga, yang datang cuma untuk 1000 warga, jelas dengan hal ini pembuatan e-KTP di daerah tidak akan selesai-selesai karena lambatnya blangko tersebut," katanya.
Dia mengatakan, beruntung saat ini Polri sedang menggalakkan program Smart SIM yang fungsinya sama dengan e-KTP dan diharapkan ini bisa membantu menekan pemalsuan administrasi kependudukan dan kasus TPPO di Kalbar.
Baca juga: Polisi pulangkan korban TPPO
Baca juga: Menlu RI: Pemerintah fokus pencegahan TPPO modus perkawinan pesanan
Baca juga: Korban TPPO modus pengantin melibatkan anak bawah umur
Untuk kasus TPPO di Kalbar dilatar belakangi oleh banyak faktor. Namun, untuk kasus TPPO dengan modus nikah kontrak, lebih dikarenakan pada masalah ekonomi.
Dia menjelaskan, beberapa waktu yang lalu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membawa pulang korban TPPO di Polda Kalbar, dari keterangan yang disampaikan salah satu korban, katanya dia nekat untuk menjalankan nikah kontrak dengan warga Tiongkok karena diiming-imingi dengan kehidupan yang lebih baik.
"Namun, sayangnya saat disana, setelah dinikahkan dengan warga Tiongkok, dirinya juga dituntut untuk bekerja di ladang milik suaminya, dan upahnya tidak diberikan kepadanya. Bahkan untuk makan, kadang diberi, kadang juga tidak," kata Gubernur Kalbar, Sutarmidji
Untungnya korban ini pintar, merasa tidak tahan dengan perlakuan keluarga suaminya, dengan sedikit uang simpanannya, dia membeli handphone dan menghubungi KBRI yang ada di Tiongkok sehingga bisa diselamatkan.
Namun, dari keterangan yang diberikan oleh Menlu saat itu, saat ditanya keluarga sisuami korban mereka juga ternyata mengeluarkan uang tidak sedikit untuk nikah kontrak ini, bisa Rp400 sampai Rp800 juta. Tapi yang diuntungkan dalam hal ini adalah Mak Comblang karena dia mendapat untung yang sangat besar, sementara korban dan keluarganya hanya mendapat bagian sedikit.
Baca juga: Jumlah WNI Korban TPPO terus Meningkat
Baca juga: Singkawang rawan trafficking
Baca juga: Polda Kalbar gagalkan perdagangan 42 orang tujuan Malaysia
Baca juga: Pelaku tindak pidana perdagangan orang raup ratusan juta
Diketahui juga, latar belakang keluarga korban nikah kontrak ini sebagian besar dari latar belakang keluarga kurang mampu dan korban tidak tamat SMA, bahkan ada yang tidak bisa baca dan tulis. Ini yang mengakibatkan korban dan keluarganya menjadi sasaran empuk dan mudah dibujuk untuk melakukan nikah kontrak.
Ditempat yang sama, Kapolda Kalbar Kapolda Kalbar, Irjen Pol Didi Haryono mengatakan ada dua hal yang perlu diketahui bersama untuk mencegah terjadinya TPPO dimana korban yang paling banyak adalah wanita dan anak-anak.
"Yang pertama adalah komitmen dari penyelenggara negara untuk tertib administrasi, terutama untuk identitas dari warga kita. Yang kedua adalah kepedulian lingkungan, dimana kasus ini tidak akan terjadi jika masyarakat disekitar kita dan keluarga bisa menyikapi dan melaporkan indikasi kasus ini kepada pihak berwajib," kata Didi.
Untuk itu, dirinya meminta masyarakat untuk peka terhadap berbagai permasalahan yang ada disekitar kita. "Meski untuk tahun 2019 ini kasus TPPO di Kalbar mengalami penurunan dibanding tahun 2017 dan 2018, namun kita tidak boleh lengah dan harus selalu waspada dalam mencegah kasus ini disekitar kita," kata Didi.
Baca juga: Polisi tangkap 15 tersangka kasus TPPO
Baca juga: Singkawang Dan Sambas Nyatakan Perang Terhadap TPPO
Baca juga: PKBI Singkawang Gelar Seminar TPPO
Baca juga: Kementerian PPA Bentuk TPPO Kalbar
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Menurut saya, akar masalah dari TPPO yang terjadi di Kalbar terletak pada dokumen kependudukan dimana rata-rata yang nikah kontrak, umur si korban yang sebenarnya tidak mencukupi, justru dinaikkan ada juga statusnya yang dipalsukan. Kelemahannya ada pada sistem administrasi kita, dimana hal ini dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk mendapatkan keuntungan," kata Sutarmidji saat menghadiri kegiatan Rakor pencegahan kasus TPPO di Pontianak, Rabu.
Baca juga: Bupati Karolin beri bantuan hukum kepada korban TPPO
Baca juga: Lagi, Polres Singkawang gagalkan warga yang hendak dijual ke China
Dia mencontohkan, Surat Keterangan Kependudukan (Sukep) yang saat ini masih bisa menjadi celah untuk pemalsuan data administrasi kependudukan.
Sutarmidji menjelaskan, untuk Sukep tersebut berlaku selama enam bulan dan terbilang cukup panjang. Seharusnya kata dia, Sukep itu hanya diberlakukan untuk satu urusan saja, dalam hal ini bukan maksud dirinya untuk menghambat admnistrasi kependudukan, namun untuk mencegah berbagai penyimpangan yang bisa saja terjadi.
Kemudian, lanjutnya, seharusnya pihak imigrasi memiliki alat untuk memastikan keaslian E-KTP, sehingga jika ada pihak yang ingin memalsukan administrasi kependudukannya, maka akan dengan mudah terdeteksi oleh alat tersebut karena di dalam e-KTP terdapat chip yang sulit untuk dipalsukan.
"Perlu kita ketahui bersama, kenapa Sukep ini bisa dimanfaatkan untuk hal yang tidak sesuai peruntukannya, karena untuk pembuatan e-KTP sendiri sampai saat ini belum memenuhi kuota yang ada karena tidak adanya blangko e-KTP dari pemerintah pusat. Hampir semua Disdukcapil di kabupaten/kota di Kalbar tidak memiliki blangko e-KTP karena pusat tidak pernah memenuhi kebutuhan blanko yang diperlukan oleh pemerintah daerah. diminta untuk 10.000 warga, yang datang cuma untuk 1000 warga, jelas dengan hal ini pembuatan e-KTP di daerah tidak akan selesai-selesai karena lambatnya blangko tersebut," katanya.
Dia mengatakan, beruntung saat ini Polri sedang menggalakkan program Smart SIM yang fungsinya sama dengan e-KTP dan diharapkan ini bisa membantu menekan pemalsuan administrasi kependudukan dan kasus TPPO di Kalbar.
Baca juga: Polisi pulangkan korban TPPO
Baca juga: Menlu RI: Pemerintah fokus pencegahan TPPO modus perkawinan pesanan
Baca juga: Korban TPPO modus pengantin melibatkan anak bawah umur
Untuk kasus TPPO di Kalbar dilatar belakangi oleh banyak faktor. Namun, untuk kasus TPPO dengan modus nikah kontrak, lebih dikarenakan pada masalah ekonomi.
Dia menjelaskan, beberapa waktu yang lalu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membawa pulang korban TPPO di Polda Kalbar, dari keterangan yang disampaikan salah satu korban, katanya dia nekat untuk menjalankan nikah kontrak dengan warga Tiongkok karena diiming-imingi dengan kehidupan yang lebih baik.
"Namun, sayangnya saat disana, setelah dinikahkan dengan warga Tiongkok, dirinya juga dituntut untuk bekerja di ladang milik suaminya, dan upahnya tidak diberikan kepadanya. Bahkan untuk makan, kadang diberi, kadang juga tidak," kata Gubernur Kalbar, Sutarmidji
Untungnya korban ini pintar, merasa tidak tahan dengan perlakuan keluarga suaminya, dengan sedikit uang simpanannya, dia membeli handphone dan menghubungi KBRI yang ada di Tiongkok sehingga bisa diselamatkan.
Namun, dari keterangan yang diberikan oleh Menlu saat itu, saat ditanya keluarga sisuami korban mereka juga ternyata mengeluarkan uang tidak sedikit untuk nikah kontrak ini, bisa Rp400 sampai Rp800 juta. Tapi yang diuntungkan dalam hal ini adalah Mak Comblang karena dia mendapat untung yang sangat besar, sementara korban dan keluarganya hanya mendapat bagian sedikit.
Baca juga: Jumlah WNI Korban TPPO terus Meningkat
Baca juga: Singkawang rawan trafficking
Baca juga: Polda Kalbar gagalkan perdagangan 42 orang tujuan Malaysia
Baca juga: Pelaku tindak pidana perdagangan orang raup ratusan juta
Diketahui juga, latar belakang keluarga korban nikah kontrak ini sebagian besar dari latar belakang keluarga kurang mampu dan korban tidak tamat SMA, bahkan ada yang tidak bisa baca dan tulis. Ini yang mengakibatkan korban dan keluarganya menjadi sasaran empuk dan mudah dibujuk untuk melakukan nikah kontrak.
Ditempat yang sama, Kapolda Kalbar Kapolda Kalbar, Irjen Pol Didi Haryono mengatakan ada dua hal yang perlu diketahui bersama untuk mencegah terjadinya TPPO dimana korban yang paling banyak adalah wanita dan anak-anak.
"Yang pertama adalah komitmen dari penyelenggara negara untuk tertib administrasi, terutama untuk identitas dari warga kita. Yang kedua adalah kepedulian lingkungan, dimana kasus ini tidak akan terjadi jika masyarakat disekitar kita dan keluarga bisa menyikapi dan melaporkan indikasi kasus ini kepada pihak berwajib," kata Didi.
Untuk itu, dirinya meminta masyarakat untuk peka terhadap berbagai permasalahan yang ada disekitar kita. "Meski untuk tahun 2019 ini kasus TPPO di Kalbar mengalami penurunan dibanding tahun 2017 dan 2018, namun kita tidak boleh lengah dan harus selalu waspada dalam mencegah kasus ini disekitar kita," kata Didi.
Baca juga: Polisi tangkap 15 tersangka kasus TPPO
Baca juga: Singkawang Dan Sambas Nyatakan Perang Terhadap TPPO
Baca juga: PKBI Singkawang Gelar Seminar TPPO
Baca juga: Kementerian PPA Bentuk TPPO Kalbar
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019