Ketua Umum (Ketum) Kelompok Relawan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina meyakini rakyat Indonesia telah cerdas dalam memilih sosok terbaik untuk meneruskan kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
"Rakyat Indonesia sudah cerdas dan punya hati nurani untuk memilih putra terbaik bangsa sebagai penerus Presiden Jokowi dalam memimpin Indonesia ke depannya," kata Silfester, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Dengan demikian, lanjut dia, seharusnya sejumlah pihak berhenti menyebarkan informasi yang belum terbukti kebenarannya ataupun memanfaatkan isu suku, agama, ras, dan antargolongan untuk mendapatkan simpati rakyat sehingga memilih tokoh-tokoh tertentu untuk memimpin Indonesia pada 2024–2029.
Ia mencontohkan isu yang tidak seharusnya digunakan untuk menarik simpati masyarakat dalam mendukung bakal calon presiden tertentu adalah isu penjegalan yang dilakukan Jokowi terhadap pencalonan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden.
Baca juga: Pembaretan Bintara untuk hadapi Pemilu 2024
Silfester menyayangkan adanya isu itu karena tidak ada bukti ataupun fakta apabila Jokowi benar-benar melakukan hal itu.
"Kalo memang tuduhan mereka benar dan punya bukti yang valid kenapa tidak membawa tuduhan mereka ke ranah hukum?" ucap Silfester.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Selain itu, pasangan calon juga dapat diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Baca juga: Edi Kamtono imbau mahasiswa bekali diri dengan wawasan politik
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus memantau perkembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) terkait dengan penyebaran informasi memanfaatkan media sosial dalam konteks politik menyambut perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"AI ini termasuk jadi perhatian kami, karena yang namanya AI masuk dalam ruang lingkup dunia digital. Dalam dunia digital, kami punya sejumlah peraturan perundang-undangan. Ada Undang-undang ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang sekarang sedang direvisi, kemudian PP No.71/2019, ada Permenkominfo No.5/2020, dan juga KUHP," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong, kepada ANTARA, Sabtu.
Usman menegaskan bahwa pihaknya tetap memantau penggunaan AI dengan peraturan yang sudah ada, kendati Kemenkominfo juga harus melihat kembali apakah peraturan yang ada perlu diperbarui, seperti halnya UU ITE yang saat ini sedang direvisi.
"AI ini kami pantau dan masyarakat bisa melaporkan kalau menemukan disinformasi politik dengan menggunakan AI, seperti bentuk suara tiruan atau fake voice, deepfake dengan menggunakan wajah orang tertentu, atau suara yang menampilkan tokoh politik tertentu," terangnya.Baca selengkapnya: Kemenkominfo pantau perkembangan AI jelang Pemilu 2024
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Rakyat Indonesia sudah cerdas dan punya hati nurani untuk memilih putra terbaik bangsa sebagai penerus Presiden Jokowi dalam memimpin Indonesia ke depannya," kata Silfester, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Dengan demikian, lanjut dia, seharusnya sejumlah pihak berhenti menyebarkan informasi yang belum terbukti kebenarannya ataupun memanfaatkan isu suku, agama, ras, dan antargolongan untuk mendapatkan simpati rakyat sehingga memilih tokoh-tokoh tertentu untuk memimpin Indonesia pada 2024–2029.
Ia mencontohkan isu yang tidak seharusnya digunakan untuk menarik simpati masyarakat dalam mendukung bakal calon presiden tertentu adalah isu penjegalan yang dilakukan Jokowi terhadap pencalonan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden.
Baca juga: Pembaretan Bintara untuk hadapi Pemilu 2024
Silfester menyayangkan adanya isu itu karena tidak ada bukti ataupun fakta apabila Jokowi benar-benar melakukan hal itu.
"Kalo memang tuduhan mereka benar dan punya bukti yang valid kenapa tidak membawa tuduhan mereka ke ranah hukum?" ucap Silfester.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Selain itu, pasangan calon juga dapat diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Baca juga: Edi Kamtono imbau mahasiswa bekali diri dengan wawasan politik
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus memantau perkembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) terkait dengan penyebaran informasi memanfaatkan media sosial dalam konteks politik menyambut perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"AI ini termasuk jadi perhatian kami, karena yang namanya AI masuk dalam ruang lingkup dunia digital. Dalam dunia digital, kami punya sejumlah peraturan perundang-undangan. Ada Undang-undang ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang sekarang sedang direvisi, kemudian PP No.71/2019, ada Permenkominfo No.5/2020, dan juga KUHP," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong, kepada ANTARA, Sabtu.
Usman menegaskan bahwa pihaknya tetap memantau penggunaan AI dengan peraturan yang sudah ada, kendati Kemenkominfo juga harus melihat kembali apakah peraturan yang ada perlu diperbarui, seperti halnya UU ITE yang saat ini sedang direvisi.
"AI ini kami pantau dan masyarakat bisa melaporkan kalau menemukan disinformasi politik dengan menggunakan AI, seperti bentuk suara tiruan atau fake voice, deepfake dengan menggunakan wajah orang tertentu, atau suara yang menampilkan tokoh politik tertentu," terangnya.Baca selengkapnya: Kemenkominfo pantau perkembangan AI jelang Pemilu 2024
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023