Direktur RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie (SSMA) Kota Pontianak dr Eva Nurfarihah SpTHT-KL MKes mengingatkan bahwa cara terbaik agar terhindar dari penyakit demam berdarah (DBD) dengan cara menerapkan pola hidup bersih dan sehat, menghindari gigitan nyamuk dan mengambil langkah preventif untuk mengurangi populasi nyamuk.
"Pencegahan itu lebih penting daripada mengobati. Kita aktif memberikan penyuluhan kepada masyarakat supaya mereka memahami cara menghindari virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus sebagai penyebab penyakit DBD," katanya di Pontianak, Sabtu.
Dalam pencegahannya, sambung Eva, saat ini telah ada izin edar vaksin demam berdarah atau vaksin dengue tetravalen (TVD) di beberapa negara endemik demam berdarah yang menular melalui nyamuk yang biasa terjadi di daerah tropis dan subtropis di dunia.
"Gejala DBD yang umum adalah demam tinggi dan gejala seperti flu, jika sudah ada gejala tersebut masyarakat tidak perlu panik, pasien dapat mengakses pusat layanan kesehatan di puskesmas atau dokter terdekat sebelum memutuskan untuk pergi ke rumah sakit," jelasnya.
Namun untuk mengantisipasi meningkatnya lonjakan pasien DBD yang harus dirawat di rumah sakit, Eva menambahkan RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie telah menambah jumlah kapasitas tempat tidur pasien agar bisa memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.
"Kami sudah menambah kapasitas tempat tidur di bagian anak menjadi 26 tempat tidur, termasuk untuk pasien yang perlu diobservasi ketat," jelasnya.
Selain menambah kapasitas tempat tidur, RSUD SSMA juga sudah memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan (nakes) yakni dokter umum, perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan perawat rawat inap, guna mengantisipasi lonjakan kasus DBD.
"Pelatihan juga sudah kita lakukan untuk tenaga kesehatan yang ada di RSUD SSMA supaya siap menghadapi lonjakan kasus DBD, dengan pemateri dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam," kata Direktur yang juga berprofesi sebagai dokter spesialis THT.
Dokter Spesialis Anak RSUD SSMA dr Rista Lestari mengatakan bahwa pasien DBD ditangani sesuai dengan standar World Health Organization (WHO), terutama berkaitan tata laksana penanganan DBD.
Tata laksana DBD terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, pasien tanpa tanda bahaya. Terhadap pasien ini, kata dia, hanya diberikan edukasi rawat jalan. Kedua. pasien tanda bahaya atau yang memang berasal dari populasi dengan risiko tinggi.
"Ketiga, kelompok pasien yang memerlukan tata laksana intensif dan serius, biasanya sudah demam berdarah dengan manifestasi berat," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Pencegahan itu lebih penting daripada mengobati. Kita aktif memberikan penyuluhan kepada masyarakat supaya mereka memahami cara menghindari virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus sebagai penyebab penyakit DBD," katanya di Pontianak, Sabtu.
Dalam pencegahannya, sambung Eva, saat ini telah ada izin edar vaksin demam berdarah atau vaksin dengue tetravalen (TVD) di beberapa negara endemik demam berdarah yang menular melalui nyamuk yang biasa terjadi di daerah tropis dan subtropis di dunia.
"Gejala DBD yang umum adalah demam tinggi dan gejala seperti flu, jika sudah ada gejala tersebut masyarakat tidak perlu panik, pasien dapat mengakses pusat layanan kesehatan di puskesmas atau dokter terdekat sebelum memutuskan untuk pergi ke rumah sakit," jelasnya.
Namun untuk mengantisipasi meningkatnya lonjakan pasien DBD yang harus dirawat di rumah sakit, Eva menambahkan RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie telah menambah jumlah kapasitas tempat tidur pasien agar bisa memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.
"Kami sudah menambah kapasitas tempat tidur di bagian anak menjadi 26 tempat tidur, termasuk untuk pasien yang perlu diobservasi ketat," jelasnya.
Selain menambah kapasitas tempat tidur, RSUD SSMA juga sudah memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan (nakes) yakni dokter umum, perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan perawat rawat inap, guna mengantisipasi lonjakan kasus DBD.
"Pelatihan juga sudah kita lakukan untuk tenaga kesehatan yang ada di RSUD SSMA supaya siap menghadapi lonjakan kasus DBD, dengan pemateri dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam," kata Direktur yang juga berprofesi sebagai dokter spesialis THT.
Dokter Spesialis Anak RSUD SSMA dr Rista Lestari mengatakan bahwa pasien DBD ditangani sesuai dengan standar World Health Organization (WHO), terutama berkaitan tata laksana penanganan DBD.
Tata laksana DBD terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, pasien tanpa tanda bahaya. Terhadap pasien ini, kata dia, hanya diberikan edukasi rawat jalan. Kedua. pasien tanda bahaya atau yang memang berasal dari populasi dengan risiko tinggi.
"Ketiga, kelompok pasien yang memerlukan tata laksana intensif dan serius, biasanya sudah demam berdarah dengan manifestasi berat," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023