Denpasar (ANTARA Kalbar) - Sedikitnya 24 pelajar yang mewakili sembilan kabupaten dan kota di Provinsi Bali antusias mengikuti lomba "nyastra" atau tradisi membaca khas Pulau Dewata di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar, Sabtu.
"Nyastra" merupakan tradisi membaca yang memiliki nilai budi pekerti luhur namun saat ini dikhawatirkan tergerus oleh budaya modern.
Untuk pertama kalinya tradisi itu dilombakan pada Pesta Kesenian Bali ke-34.
"Kami ingin menumbuhkan apresiasi budaya kepada anak-anak. Misi utamanya adalah pembinaan kepada mereka karena 'nyastra' itu merupakan akar budaya Bali," kata koordinator acara, I Nyoman Suarka, di Denpasar, Sabtu.
Mereka antara lain para pelajar dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dengan menggunakan pakaian adat Bali dan bahasa yang sangat halus, mereka menampilkan keahliannya di hadapan dewan juri dan penonton.
Dalam tradisi "nyastra" yang dilombakan tidak hanya sebatas membaca, namun juga keahlian lain yakni bercerita hingga menulis.
Enam bidang yang dilombakan yakni "mececimpedan" atau teka-teki tradisional dan "mesatua" atau mendongeng, yang dibawakan anak-anak SD.
Menulis aksara Bali dalam lontar dan berpidato bahasa Bali diikuti pelajar SMP, sedangkan lomba cerita pendek berbahasa Bali dan "mewirata" atau melantunkan kidung kekawin, diikuti pelajar SMA.
"Saya memang hobi menekuni sastra Bali dan untuk lomba ini saya melakukan persiapan sejak sebulan," kata Toni, seorang peserta dari Kabupaten Karangasem, Bali.
Kegiatan itu diharapkan menumbuhkan kesadaran generasi muda terhadap "nyastra" yang merupakan kearifan lokal Bali yang tidak hanya ditekuni orang-orang tertentu atau "anak nyastra" melainkan oleh masyarakat Hindu di Bali.
(PSO-330)