Pekanbaru (ANTARA Kalbar) - Di areal yang begitu luas, pada malam dingin dan sedikit berserpih embun. Sekelompok orang terus berteriak, "obral-obral, hanya lima belas ribu saja, obral-obral silahkan beli tidak akan rugi".
Berjarak tidak jauh, beberapa orang lainnya juga turut bergaung merdu, "tinggal sedikit lagi, kalau tidak beli pasti rugi, silakan-silakan".
Seketika saja, lokasi obral ragam barang dagangan di sejumlah lapak "encik-encik dan puan-puan" komunitas pedagang itu dikerumuni orang-orang yang begitu "haus" untuk berbelanja.
Beberapa tampak saling tawar menawar harga. Sementara sebagiannya lagi sibuk memilih bermacam barang untuk segera di bawa pulang.
Aktivitas jual beli ini bukan lah di sebuah pasar tradisional atau bahkan pasar modern yang tengah "cuci gudang". Suasana itu berlangsung di halaman luar sebuah stadion megah dengan arsitektur yang menawan. Bangunannya melingkar hingga terkadang membuat orang-orang "puyeng" dengan kekaguman.
Malam itu, Kamis (20/9), secara bersamaan di dalam areal Stadion Utama Riau yang berlokasi pada kompleks Universitas Riau di Pekanbaru itu, tengah berlangsung sebuah acara puncak penutupan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XVIII 2012 yang dihadiri langsung oleh Wakil Presiden RI Boediono serta Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng. Tidak ketinggalan, sebagai tuan rumah, Gubernur Riau HM Rusli Zainal juga turut mendampingi.
Pesta kembang api yang begitu indah dan menawan menjadi tanda dimulainya acara penutupan yang dinanti-nanti oleh masyarakat di Tanah Air. Pasalnya, selain menampilkan ragam pertunjukan seni dan kebudayaan, pada acara ini juga tampil sederetan artis dan penyanyi ternama.
Lebih dari 40 ribu jiwa manusia memadati setiap sudut dan ruang duduk yang tersedia saat acara itu berlangsung. Malam mendung ketika itu, menambah keindahan setiap pertunjukan yang dipentaskan.
Teriakan, tepuk tangan, dan raungan trompet turut menambah kemeriahan acara yang didesain begitu spektakuler.
Sesuai dengan janji Gubernur Riau yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Panitia Besar PON HM Rusl Zainal, bahwa acara penutupan akan diformat begitu indah dan sprektakuler, hingga menawan jutaan mata warga Indonesia dan dapat dikenang sebagai sejarah yang hendak diulang.
Ratusan Pedagang
Memanfaatkan momen tersebut, ratusan pedagang kecil mulai dari asongan hingga pedagang hasil kerajinan dan produk rumahan berupa barang dan makanan, membuka lapak-lapak kecil di sekitar halaman stadion megah yang baru selesai dibangun dengan harga Rp900 miliar itu.
Para pedagang ini berasal dari berbagai wilayah di nusantara, mulai Yogyakarta dengan pakaiannya yang khas, serta Palembang dengan batik songketnya yang beraneka ragam, hingga bermacam sovenir dan makanan yang disajikan oleh warga asal Bandung, Banten, Sumatra Barat dan tuan rumah sang "Provinsi Kaya Minyak".
Layaknya sebuah "pasar kaget", stadion megah itu juga demikian, disulap menjadi "pasar obral" yang dipenuhi oleh berbagai kalangan pedagang se-nusantara.
Puluhan ribu jiwa warga asal berbagai daerah di Tanah Air bercampur aduk dengan warga tempatan yang baru saja usai menyaksikan acara penutupan PON ke XVIII di areal dalam stadion. Tidak ketinggalan, merekan pun saling berebut, berburu ragam barang dan produk pangan di "pasar obral".
Sebagian mereka yang berasal dari luar Provinsi Riau berencana berbelanja barang dan produk pangan untuk dijadikan oleh-oleh. Sebagian lainnya berbelanja barang dan perhiasan PON untuk kenang-kenangan yang memang layak untuk di kenang.
"Harus diobral mas' biar cepat laku dan habis terjual. Jadi kami tinggal pulang kampung saja lagi dengan untung seadanya," kata Jihan Amin, seorang pedagang pakaian asal Bandung, Jawa Barat yang membuka lapak di halaman sebelah barat Stadion Utama Riau.
Seorang pedagang pakaian lainnya yang membuka lapak bersebelahan namun berasal dari Yogyakarta, Zuliamri, juga mengaku sama. Dia rela mengobral barang dagangannya agar cepat laku terjual.
"Untung dikit' juga nggak apa-apa, yang penting laku. Kami berangkat ke Riau pakai pesawat, pulang harus pakai pesawat. Jangan sampai numpang mobil," katanya.
Sementara seorang pengunjung "pasar obral", Atika, mengaku sangat terbantu dengan kegiatan para pedagang tersebut. Ia lebih gampang mencari berbagai jenis barang untuk dijadikan oleh-oleh bagi sanak saudara yang berada di kampung halaman.
"Saya kebetulan dari Aceh. Sudah satu minggu di Pekanbaru untuk menonton pertandingan renang. Kebetulan ada salah satu dari atlet itu merupakan adik dari teman saya," katanya.
Memburu Untung
Malam mendung dengan suhu udara yang begitu dingin ketika itu tidak lantas menyulutkan semangat para pedagang se-nusantara untuk memburu keuntungan yang berlimpah.
Semisal Riza, warga tempatan yang menyajikan ragam suvenir khusus PON XVIII 2012, mulai dari boneka burung serindit, gantungan kunci berlambangkan PON, serta bantal berajut kapal lancang kuning khasnya orang Riau. Dia mengaku berhasil meraup keuntungan hingga maksimum Rp400 ribu hanya dalam satu malam saja.
Ratusan barang dagangan yang dipajangnya seketika habis terjual meski dengan harga yang relatif "miring" dibandingkan biasanya.
"Sedikit-sedikit, lama-lama juga jadi bukit," katanya.
Wanita dengan dua orang putra ini mengaku seluruh barang dagangannya itu dibeli dari luar daerah Riau.
"Untuk gantungan kunci saya beli di Sumatra Barat, boneka saya pesan dari Jakarta. Kalau bantal hanya titipan dari teman saya yang tinggal di Bandung," katanya.
Selain komunitas pedagang, para pemulung yang tidak ketinggalan untuk memburu untung pada momen penyelenggaraan acara penutupan PON Riau itu juga kian berjelajah.
Hampir di setiap titik dan areal halaman stadion megah itu, komunitas ini begitu sigap memperhatikan ragam rupa sampah yang bertaburan di sembarang tempat.
Kalangan ini bahkan saling berlomba untuk mendapatkan lebih banyak sampah bernilai rupiah guna menutupi kebutuhan perekonomian keluarga.
(FZR)
Stadion Megah 'Tersulap' Jadi Pasar Obral
Jumat, 21 September 2012 14:57 WIB