Serang (ANTARA Kalbar) - Bangunan khas arsitektur Tionghoa berukuran sekitar 200 meter persegi terletak di tengah-tengah pasar tradisional masyarakat peranakan Tionghoa Tangerang.
Dari kejauhan kurang nampak benteng tua yang memiliki nilai sejarah tinggi tentang gambaran peradaban budaya peranakan Tionghoa Tangerang itu, karena terhalang dengan lalu-lalang warga yang melakukan aktivitas jual beli di pasar Anyar yang terletak di Jalan di Jl Kisamaun Kota Tangerang.
Mengawali perjalanan hari pertama bersama Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten di Tangerang, Jumat (29/11), berkesempatan menyinggahi benteng bersejarah tersebut untuk melihat barang-barang yang berada dalam rumah yang dijadikan museum warisan budaya peranakan Tionghoa di Kota Tangerang.
Bahkan, museum tersebut diakui sebagai museum kebudayaan Indonesia-Tionghoa pertama di Indonesia.
Tidak terlalu sulit mengunjungi museum kebudayaan peranakan Tionghoa Tangerang yang juga disebut 'Benteng Heritage' tersebut. Museum yang dikelola warga keturunan bernama Udaya Halim yang memiliki kepedulian tinggi terhadap lestarinya budaya peranakan Tionghoa di Kota Tangerang itu persis berada di tengah pasar lama Kota Tangerang.
Kesibukan pedagang dan pembeli di pasar anyar tak menyiratkan, jika ditengah-tengah mereka terdapat museum yang memendam banyak catatan sejarah peranakan Tionghoa di Tangerang. Berjarak sekitar 200 meter dari bekas Kantor Bupati Tangerang, bangunan tua yang didominasi kayu besi itu berada.
Memasuki pintu gerbang khas rumah berarsitektur tradisional Tionghoa yang diduga dibangun sekitar abad 17 itu, pengunjung akan disambut para pemandu museum yang keseluruhannya merupakan warga keturunan Tionghoa. Di dalam bangunan tersebut berderet berbagai benda-benda antik yang memiliki berbagai nilai 'history' tentang peranakan Tionghoa.
Bangunan rumah dua lantai yang diperkirakan berumur hampir tiga ratusan tahun itu, memiliki tangga yang kemiringannya sekitar 45 derajat. Menaiki lantai dua rumah tersebut, para pengunjung seperti dibawa ke alam Tiongkok masa silam.
"Ada sekitar 200 jenis benda-benda bersejarah yang menggambarkan kebudayaan peranakan Tionghoa dan akulturasi budaya Indonesia-Tionghoa di museum ini," kata Airin Triana humas museum tersebut.
Pada etalase paling depan di lantai dua museum tersebut, berjejer berbagai jenis telepon kuno, alat timbang, mesin alat hitung yang diperkirakan mulai digunakan awal abad 17 termasuk meja tulis yang biasa digunakan untuk belajar pada masa lalu.
Tidak hanya itu, pada etalase bagian dalam museum tersebut, ada juga berbagai peralatan rumah tangga, pakaian, sepatu serta berbagai jenis uang koin yang digunakan untuk bertransaksi antara peranakan Tionghoa dengan Indonesia pada masa itu.
Penyebaran Islam
Di dalam museum tersebut, ada juga poster besar yang menggambarkan perjalanan sejarah masuknya Laksamana Cheng Ho, seorang komandan angkatan laut beragama islam yang mendapat mandat dari Dinasti Ming, untuk melakukan tujuh kali pelayaran mengelilingi dunia melalui lautan (Nan Yang) pada 1405-1433.
"Ini bukti sejarah, bahwa salah seorang penyebar agama Islam di Indonesia, salah satunya berasal dari China," kata Teodorus salah seorang pemandu di dalam museum tersebut.
Menurut dia berbagai atifak di museum tersebut menjadi saksi kehidupan masa silam, budaya serta akulturasi kehidupan warga keturunan Tionghoa di Nusantara, terutama di wialayah Tangerang.
"Nenek moyang orang-orang Tionghoa Tangerang pertama kali menjejakan kaki di Teluk Naga pada sekitar tahun 1407," kata Teodorus.
Ia mengatakan jika melihat dari perjalanan sejarah Pangeran Ceng Ho alias Ma He kependekan dari nama Muhammad He. Pada masa itu, China telah mampu menciptakan kapal kayu 'Junk' yang dipakai Laksamana Ceng Ho yang diperkirakan besar kapal Laksamana Ceng Ho tersebut empat kali lipat kapalnya Cristoper Columbus.
"Menurut cerita dalam sejarahnya, dia memiliki 30.000 pengikut dengan sekitar 300 kapal yang mengawalnya," katanya.
Menurut Teodorus, bukti lain mengenai penyebaran Islam oleh warga keturunan Tionghoa di Indonesia khususnya di wilayah Tangerang, yakni dengan masih berdirinya mesjid yang pertama kalinya dibangun warga peranakan Tionghoa di Tangerang, yakni mesjid Kali Pasir di Kota Tangerang.
Bukan hanya itu saja, catatan sejarah lainnya juga menggambarkan tentang kontribusi warga keturunan Tionghoa dalam membangun Tangerang. Di museum tersebut juga terdapat prasasti 'Tangga Jamban' yang ditemukan di tepian sungai Cisadane.
Prasasti bertuliskan China kuno pada sekitar Tahun 1873 tersebut, menuliskan tentang 81 orang warga keturunan yang urun rembuk mengumpulkan uang sekitar 18.158 toen (ringgit Belanda) untuk membuat 30 jalan dan perahu di wilayah Tangerang.
Bagi para pengunjung yang akan melihat isi dari museum tersebut, akan dikenakan tiket Rp10 ribu untuk pelajar dan Rp20 ribu untuk pengunjung umum.
"Biasanya yang banyak datang ke sini rombongan pelajar pada hari-hari tertentu," kata Airin.
Kabid Budaya pada Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang, Nurul Huda mengatakan Pemerintah Kota Tangerang telah menetapkan bangunan tersebut menjadi salah satu benda cagar budaya.
"Pemkot telah memberikan insentif keringanan pajak, bahkan ke depan bisa jadi ada penghapusan pajak untuk museum itu," kata Nurul Huda.
Pihaknya berupaya agar ke depan ada Perwal (Peraturan Walikota) yang menjadi payung hukum pengaturan hak dan kewajiban dalam pengelolaan museum tersebut. Bahkan pada anggaran 2013 telah dimasukan untuk pembiayaan juru pemeliharaan museum tersebut.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten Ajak Muslim menyatakan untuk membuat akses masuk ke lokasi itu lebih baik lagi, harus adanya sinergitas antar instansi terkait di Pemkot Serang. Sehingga program yang akan dilaksanakan untuk memudahkan akses jalan masuk ke museum itu tidak berjalan sendiri-sendiri.
"Sejumlah dinas terkait harus dilibatkan seperti Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Perdagangan, pariwisata dan pihak lainnya. Sehingga pusat perdagannya tetap jalan, dan akses ke museum tertata dengan baik," kata Ajak Moeslim didampingi Kabid Promosi Pariwisata Disbudpar Banten Deden Indrawan.
(M045/Z003)