Jakarta (Antara Kalbar/Dw.de) - Rusdi Kirana pengusaha Indonesia yang mengagetkan dunia dengan pembelian Airbus terbesar sepanjang sejarah yang disaksikan langsung Presiden Prancis Francois Holland, merintis karir sebagai penjual mesin ketik.
Bersama dengan pemesanan Boeing senilai 21 milyar dollar yang disaksikan Presiden Amerika Barack Obama hampir setahun lalu, jumlah uang yang telah Rusdi Kirana gelontorkan, nilainya bisa menutupi dana talangan Uni Eropa untuk Siprus.
Meski selama di Prancis, pemilik Lion Air itu menerima penghormatan sebagaimana layaknya pimpinan Negara, namun dia tetap memperlihatkan sikap rendah hati.
Sederhana
Meski pengusaha berusia 49 tahun itu kini mencatat rekor pembelian dengan dua pabrik pembuat jet terbesar dunia, tapi hingga kini dia tetap memilih gaya hidup sederhana dan duduk di kelas ekonomi saat bepergian sendiri.
“Saya lebih memilih terbang dengan kelas ekonomi, tapi kadang-kadang itu membuat para pemasok (perusahaan pembuat pesawat untuk Lion Air-red) gelisah. Saya tidak ingin membuat mereka marah,†kata Kirana bercanda.
Namun hingga kini sosok Rusdi apalagi saudara laki-lakinya Kusnan Kirana masih menjadi misteri. Bersama-sama mereka memulai bisnis penerbangan dengan modal satu pesawat jet 12 tahun lalu.
Meski ekspansi bisnis Lion Air menarik perhatian dunia, perusahaan itu masih menghadapi masalah dengan citra.
Isu standar keselamatan dan ketepatan waktu terbang masih bayangi bisnis Lion Air.
Mereka punya reputasi soal delay dan masih dilarang untuk terbang di atas langit Uni Eropa dan masuk daftar pemantauan terkait masalah standar keselamatan.
Kirana menyebut ini tidak adil.
“Itu membuat tidak ada perbedaan apakah saya membeli pesawat Airbus atau tidak, tapi saya berharap akan ada kemajuan,†kata dia.
Proyek Perumahan
Lion Air menguasai sekitar 45 persen pasar domestik di Indonesia dengan tawaran tiket murah dengan motto “We Make People Fly“. Tapi untuk memenuhi mimpi meraup target pasar 60 persen, mereka susah payah mencari para pilot dan teknisi.
Perusahaan itu kini sedang membangun rumah untuk 10 ribu orang termasuk keluarga karyawan. Pembangunan itu sudah hampir rampung. Kebijakan itu dinilai para pengamat sebagai sesuatu yang masuk akal di tengah persoalan kemacetan lalu lintas di ibukota Jakarta.
Rusdi Kirana sendiri memiliki rumah di Indonesia, Singapura dan Malaysia, namun dia ingat hari-hari ketika dia berangkat ke sekolah dengan perut lapar.
Karir
Rusdi Kirana memulai karir sebagai penjual mesin ketik Amerika `Brother`. Bersama saudara laki-lakinya Kusnan. Awalnya mereka membangun sebuah perusahaan biro perjalanan bersama, lalu kemudian mendirikan maskapai penerbangan dengan modal satu pesawat jet pada Juni 2000.
Tahun lalu, Rusdi dan Kusnan Kirana berencana menjual saham perusahaan itu senilai lebih dari 1 milyar dollar, tapi rencana itu tertunda karena situasi pasar yang tidak stabil. Jika perusahaan itu jadi menjual sahamnya tahun 2015 sesuai rencana, maka maskapai penerbangan itu wajib membuka laporan keuangannya.
“Kami tidak suka terlalu banyak pamer kepada orang-orang, kami hanya ingin bekerja,†kata Rusdi Kirana suatu ketika setahun yang lalu. “Anda bisa menelepon bankir saya. Mereka tidak akan mau membiayai sebuah perusahaan jika tidak sangat bagus.â€
Namun, beberapa kalangan cemas bahwa tingkat suku bunga yang rendah dan kredit ekspor barat-lah yang telah membantu maskapai murah di Asia membanjiri pasar dengan pesawat-pesawat baru.
Kirana juga adalah sebuah contoh utama apa yang disebut sebagai "key man risk" -- sebuah situasi di mana perusahaan mempunyai ketergantungan berlebih pada pimpinan perusahaan.
Itu adalah gambaran yang sama dengan rival utamanya Tony Fernandes, pemilik AirAsia. Tapi jika Fernandes bermandikan sorotan sebagai pemilik klub sepakbola liga utama Inggris QPR dan aktif di Twitter, Kirana sebaliknya jarang memberikan kesempatan wawancara.
“Medan pertarungan kami adalah di pasar,†kata Rusdi Kirana.
(AB/ HP/rtr/ afp/ ap)