Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengatakan Program Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat merupakan kumpulan dari kebiasaan-kebiasaan kecil yang rutin dilakukan untuk menghasilkan Generasi Emas 2045.
"Kebiasaan bisa dimulai dari kebiasaan kecil. Habit yang atomic akan membawa perubahan besar sebagaimana atom dalam berbagai reaksi kimia. Kita menciptakan kondisi agar anak-anak kita memiliki kebiasaan hebat dengan tujuh kebiasaan itu," kata Mendikdasmen Abdul Mu'ti dalam Peluncuran Buku "Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat" di Jakarta, Jumat.
Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat tersebut yakni bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat.
"Mengapa pilihannya kebiasaan? Kebiasaan itu habitual process (proses pembiasaan) yang kita laksanakan terus-menerus dan berkelanjutan. Tidak harus yang berat, mulai dari yang sangat ringan saja tetapi rutin," ujar Mendikdasmen.
Ia menjelaskan kebiasaan tersebut dilandasi dari teori perubahan dan pembentukan perilaku, dimana ada tiga strategi membangun perubahan, pertama yakni teori fatigue atau keletihan yakni strategi yang memaksa perubahan.
"Jadi dipaksa berubah, mau tidak mau harus berubah, seperti joki penunggang kuda yang memaksa melatih kuda liar menjadi kuda balap. Kedua, teori threshold atau ambang batas, yang meyakini bahwa untuk bisa berubah perlu perubahan yang kecil-kecil, seperti kuda liar yang tidak pernah membawa beban, itu diberi beban yang ringan dulu, dari 5 kg, 6 kg, sampai beban itu seukuran beban manusia, dan kalau itu sudah terjadi maka sudah terbentuk kebiasaan yang baru," papar Mendikdasmen.
Kemudian yang ketiga yakni incompatable stimuli atau respons tandingan, yakni memberikan pilihan dan memaksa perubahan. "Itu dipaksa tidak ada pilihan lain, karena dengan cara seperti itu maka dia akan berubah," ucapnya.
Ia menjelaskan Kemendikdasmen memilih pendekatan threshold untuk mendukung tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat, yakni melakukan perubahan besar dengan langkah-langkah kecil yang rutin.
"Contohnya tembok China, orang mengaguminya sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia, yang dibangun ratusan tahun melewati beberapa dinasti. Tembok itu dibangun melalui satu batu saja, yang terus ditambahkan dengan arah yang jelas, itulah makna dari sebuah kebiasaan, banyak hal yang besar dimulai dari kebiasaan yang sangat sederhana, yang paling mungkin kita lakukan," tuturnya.
Ia menegaskan jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional, baik yang ada di dalam UUD 1945 maupun Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), di dalamnya disebutkan dengan tegas tujuan pendidikan untuk membentuk manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cerdas, terampil, memiliki tanggung jawab cinta Tanah Air, demokratis, dan anak-anak yang memiliki karakter dan kepribadian Indonesia.
"Pendidikan bertujuan membentuk karakter dan budaya bangsa Indonesia, oleh karena itu kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, motorik, spasial, semua harus kecerdasan yang nilai dasar yang melandasinya adalah nilai-nilai agama, keimanan, ketakwaan, dan nilai-nilai budaya serta peradaban bangsa," ucap Mendikdasmen Abdul Mu'ti.