Jakarta (Antara Kalbar) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) pada 2015 bisa menjadi lonceng kematian bagi industri nasional bahkan lebih parah dibandingkan kerja sama perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA).
Siaran pers Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang diterima Antara di Jakarta, Minggu, menyebutkan dalam ACFTA, Indonesia merasakan manfaat dengan terbukanya potensi akses pasar ke China yang berpenduduk 1,4 miliar orang, lebih besar dari populasi seluruh negara Eropa. Sementara dalam AEC, Indonesia berpotensi menjadi pasar besar bagi negara ASEAN lainnya.
Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan AEC bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal, dengan Indonesia sebagai pasar terbesar karena populasi penduduknya yang mencapai 40 persen dari populasi ASEAN lainnya.
Ketidaksiapan Indonesia dalam AEC 2015, menurut dia, dilihat dari neraca perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya yang mayoritas mengalami defisit. Perdagangan Indonesia dengan Brunei Darussalam defisit sebesar 281, 7 juta dolar AS, Indonesia dengan Malaysia defisit 511,3 juta dolar AS, Indonesia dengan Singapura defisit 707,9 juta dolar AS, Indonesia dengan Thailand defisit 721,4 juta dolar AS serta Indonesia dengan Vietnam defisit sebesar 157, 5 juta dolar AS.
Neraca perdagangan Indonesia hanya positif dengan empat negara lainnya, yakni dengan Kamboja surplus sebesar 233,9 juta dolar AS, Indonesia dengan Laos surplus 17,9 juta dolar AS, dengan Myanmar surplus sebesar 238,6 juta dolar AS serta dengan Filipina surplus 2448,55 juta dolar AS.
"Daya saing Indonesia juga berada dalam posisi bawah diantara negara ASEAN lainnya," katanya.
Dia memaparkan, menurut Indeks Daya Saing Global 2010 daya saing Indonesia berada pada urutan 75. Posisi ini di bawah Singapura yang menduduki posisi ke-2, Malaysia pada posisi 29, Filipina pada posisi 44 dan Vietnam pada posisi 53.
"Daya saing Indonesia hanya di atas Laos yang berada pada posisi 129 dan Myanmar di posisi 133," katanya.
Di sisi lain, menurut dia, 2014 merupakan tahun politik sehingga energi pemerintah seluruhnya akan terfokus pada pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2014.
"Dengan fokus pada persoalan-persoalan politik, saya yakin pemerintah tidak akan terfokus untuk menguatkan daya saing industri nasional menghadapi implementasi AEC 2015. Meski pun secara matematis masih ada waktu dua tahun bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri, jika pemerintah terfokus kepada persoalan politik, waktu tersebut juga tidak akan termanfaatkan," katanya.