Barabai, Kalsel (Antara Kalbar) - Dalam kegiatan Konvensyen penBorneo 2013 yang diselenggarakan oleh Pusat Sejarah Brunei di Bandar Seri Begawan pada 13-14 Mei lalu, terungkap Kesultanan Banjar, Kalsel, memiliki hubungan komunikasi dengan penguasa Sarawak, juga keterkaitan dengan warga Melayu di Kesultanan Landak, Kalbar.
Salah seorang utusan Kesultanan Banjar, Datuk Cendikia Hikmadiraja (DCH) Taufik Arbain saat ditemui di Barabai, ibu kota Hulu Sungai Tengah, Jumat, melaporkan keterkaitan dengan Sarawak itu tercatat dalam manuskrip surat Sultan Banjar yang tersimpan di Museum Sejarah Brunei.
"Surat tersebut ditulis oleh Sultan Muhammad Seman yang berkuasa di wilayah Puruk Cahu (Provinsi Kalimantan Tengah sekarang), ditujukan kepada James Brooke yang berkuasa di Sarawak, Malaysia," ujarnya.
Surat dengan catatan tahun 1885 itu menceritakan tentang kondisi memprihatinkan peperangan orang Banjar bersama etnis Dayak yang dilakukan Sultan Muhammad Seman, pascameninggalnya Panembahan Antasari atau Pangeran Antasari.
Ia mengatakan temuan manuskrip tersebut membuktikan tentang adanya hubungan komunikasi yang cukup intens antara Kesultanan Banjar dengan penguasa Inggris di Sarawak pada masa itu.
"Apalagi dalam surat tersebut tidak berisi permohonan bantuan sebagaimana surat dari Kesultanan Banjar kepada Kesultanan Kutai. Tetapi hanya sekadar berbagi cerita, sehingga memberikan kesan bahwa telah terjalin hubungan yang cukup dekat antara Kesultanan Banjar dengan penguasa Inggris di Sarawak khususnya," katanya.
Ia mengakui fakta temuan manuskrip surat tersebut tidak ditemukan pada banyak literatur yang ada di Banjarmasin sendiri, yang biasanya ditulis berdasarkan data dari Belanda.
Manuskrip surat yang dilengkapi dengan stempel Sultan Muhammad Seman tersebut bisa dikatakan sebagai bukti peran sang Sultan dalam upaya menahan laju penguasaan tanah jajahan oleh Belanda di wilayah Kesultanan Banjar.
"Hal tersebut sangat mungkin. Artinya, hal tersebut bisa dilakukan oleh Sultan Muhammad Seman melalui bentuk-bentuk perjanjian baru dengan pihak penguasa Inggris di Serawak," tambahnya.
Melayu Landak
Selain manuskrip surat tersebut, juga ditemukan fakta adanya pergerakan pelarian dari wilayah Kesultanan Banjar pasca Perang Banjar ke Kesultanan Landak di Kalimantan Barat.
Pada masa itu, hampir 80 persen rakyat dari Sultan Landak adalah orang Banjar yang saat ini menjadi orang Melayu Landak.
Kerajaan Brunei Darussalam mencanangkan Konvensyen penBorneo 2013 itu sendiri sebagai Pusat Kajian Borneo yang diikuti oleh para utusan Kerajaan dan Kesultanan yang ada di kawasan Borneo/Kalimantan serta kalangan universitas/akademisi dari Brunei, Sarawak, Sabah Malaysia serta dari Holland, Belanda.
Kesultanan Banjar sendiri mengutus dua orang perwakilan yang menyampaikan makalah dengan judul Kerakatan Kerajaan Dalam Hubungan Budaya Sebagai Jendela Borneo dan Perang Banjar, Migrasi dan Penyebaran Islam di Negeri Serumpun Melayu Borneo.