Denhaag (Antara/AFP) - Timor Leste melancarkan tindakan hukum terhadap Australia di pengadilan tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam masalah menyangkut kegiatan mata-mata.
Timor Leste menuduh petugas intelijen Australia secara tidak sah mengambil dokumen dari pengacara, yang mewakili Dili.
Badan intelijen dalam negeri Australia pada awal bulan ini melakukan penggerebekan terhadap kantor Bernard Collaery yang berada di Canberra serta mengambil dokumen-dokumen kertas dan elektronik.
Collaery adalah pengacara yang mewakili pemerintah Timor Leste dalam sidang penengahan sengketa di Denhaag.
Timor Leste menuduh Australia melakukan kegiatan mata-mata terkait perjanjian minyak dan gas Laut Timur yang kontroversial.
Penggerebekan itu terjadi menjelang persidangan berlangsung.
Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao telah menyebut tindakan itu sebagai langkah yang "tidak etis" dan pada Rabu negaranya melancarkan tindakan melalui Mahkamah Internasional (ICJ) di Denhaag.
Dili berpendapat penyitaan dokumen itu telah melanggar kedaulatan Timor Leste serta hak-hak negara tersebut "di bawah hukum internasional maupun hukum dalam negeri apapun yang terkait", demikian bunyi pernyataan pengadilan.
Timor Leste menuntut Australia mengembalikan dokumen tersebut dan memusnahkan semua salinannya.
Timor Leste juga meminta "langkah sementara" sampai ICJ mengambil keputusan soal kasus itu.
Langkah sementara yang dimaksud adalah langkah yang termasuk agar dokumen-dokumen itu diserahkan kepada pengadilan dan Australia menjamin tidak akan menyadap komunikasi antara Timor Leste dan para penasihat hukumnya.
Perkara di ICJ bisa mengambil waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, sebelum bisa diselesaikan.
Jaksa Agung Australia George Brandis telah membantah dugaan bahwa penggerebekan itu merupakan upaya untuk mencampuri kasus tersebut.
Perdana Menteri Tony Abbott telah membela aksi penggerebekan tersebut sebagai langkah untuk melindungi kepentingan nasional.
Seorang saksi kunci yang juga merupakan bekas agen intelijen akan memberikan pernyataan bahwa dinas rahasia luar negeri Australia telah menggunakan proyek bantuan yang memperbaiki kantor-kantor kabinet Timor Leste sebagai lahan untuk menempatkan alat-alat penyadap di dinding guna mencuri dengar pembahasan soal perjanjian pada tahun 2004.
Perjanjian yang dinamai Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea, atau CMATS, mengatur pembagian keuntungan sebesar 50-50 dari ladang-ladang energi maritim yang luas antara Australia dan Timor Leste, yang diperkirakan bernilai sekira 40 miliar dolar Australia (Rp427,2 triliun).
Dili saat ini berupaya agar dokumen tersebut dimusnahkan dengan alasan Australia telah memata-matai para menterinya untuk mendapatkan keuntungan komersial.