Ngabang (Antara Kalbar) - Sejak diberlakukan aturan penjualan BBM jenus solar bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dibatasi pukul 08.00 hingga 18.00 Wib, membuat kemacetan dan antrean di pagi hari terjadi di sejumlah SPBU di Landak.
Namun, pemerintah daerah setempat belum menerima surat resmi atas kebijakan pusat.
"Mengenai kebijakan pemerintah pusat soal pembatasan BBM bersubsidi. Informasi secara tertulis belum sampai ke kami. Jadi baru mengetahui dari media sampai sekarang apa yang kita lakukan belum bisa bergerak," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Landak Andi Ali, Kamis.
Menurut dia, dengan adanya kemacetan di areal SPBU pada pagi hari, akibat banyak kendaraan yang antrean mengisi BBM khususnya jenis solar. Instansi terkait yang biasa langsung mengurusnya seperti Dinas Perhubungan dan Kepolisian.
"Jadi, instansi kami belum melakukan langkah. Karena secara tertulis belum ada mengenai pengaturan di SPBU . Tapi kami akan usahakan untuk koordinasi dengan instansi terkait," kata Andi Ali.
Ia menambahkan, mengenai kuota BBM untuk sejumlah SPBU di Landak. Sejak sebelum Lebaran masih normal.
"Sampai Lebaran informasi dari pertamina, tetap kuota Landak. Tapi sejak ada kebijakan pusat soal pembatasan BBM, kami belum tahu," tukas Andi Ali.
Pengendalian BBM bersubsidi telah diatur BPH Migas melalui surat edaran kepada penyalur BBM bersubsidi, yakni PT Pertamina, PT AKR Corporindo Tbk, dan PT Surya Parna Niaga (SPN).
Dalam surat tersebut, BPH Migas meminta waktu penjualan solar bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali akan dibatasi hanya pukul 08.00 hingga 18.00 mulai Senin (4/8).
Hal itu dilakukan guna menghindari penyalahgunaan BBM bersubsidi. Apabila penjualan terus dilakukan tiada henti, bisa saja solar bersubsidi itu dibeli, ditimbun, dan dijual kembali ke industri perkebunan dan pertambangan.
Langkah selanjutnya ialah menghentikan penjualan premium di sedikitnya 24 SPBU di pinggir jalan tol. Penyaluran solar bersubsidi ke nelayan-nelayan pun turut diatur. Menurut Andy, penjualan solar bersubsidi akan difokuskan kepada para nelayan dengan bobot kapal kurang dari 30 gross ton.
Saat ini, solar bersubsidi dijual seharga Rp5.500 per liter, sedangkan solar nonsubsidi dijual dengan harga Rp 12.800 per liter. Adapun Pertamina Dex dijual seharga Rp 13.150 per liter.
(Kun/N005)