Jakarta (Antara Kalbar) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diharapkan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis dan menelusuri rekam jejak dua orang calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Pertanyaan DPR biasanya hanya formalitas, saya harap hal-hal itu sudah ditinggalkan tapi lebih kepada pertanyaan yang mendalam soal rekam jejak dan aktivitas lain para calon," kata Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Agus Sunaryanto saat dihubungi melalui telepon di Jakarta, Kamis.
Hari ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Amir Syamsuddin yang merupakan ketua panitia seleksi capim KPK menyerahkan dua nama yaitu Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Analis Hukum Internasional dan Kebijakan Sekretariat Kabinet Robby Arya Brata kepada Presiden SBY sebagai dua nama yang lolos seleksi capim KPK.
Mereka akan menjalani "fit and proper test" (uji kelayakan dan kepatutan) di hadapan Komisi III DPR sebagai tahap terakhir sebelum dilantik menjadi pimpinan KPK.
"Pak Busyro kita sudah tahu sendiri bagaimana sepak terjang beliau di KPK dan KY, tapi kalau Pak Robby kita secara praktis belum bisa terlihat, cuma lihat dari paper, pernyataan dan aktivitas di setkab yang juga tidak terlihat betul. DPR ke depan harus lebih memperdalam apa yang sudah dilakukan Pak Busyro dan Pak Robby apakah benar-benar layak di KPK, lebih 'investigative interview' bukan hanya tanya-tanya soal paper," tambah Agus.
Pertanyaan mengenai jumlah harta kekayaan, sumber harta dan perilaku-perilaku di kantor sebelumnya juga diharapkan diajukan oleh DPR.
"Pertanyaan mengenai gagasan antikorupsi dan terobosan hukum sebaiknya hanya 30 persen, tapi selebihnya bagaimana keluarga, kekayaan, kepemilikan aset dan lain-lain. Bagaimana keberanian mereka saat sudah di KPK? Apa ada terobosan baru yang lebih revolusioner untuk memperkuat KPK dengan penegak hukum lain, jadi harus ada pertanyaan luar biasa untuk mendapat jawaban luar biasa sehingga mencapai hasil yang luar biasa saat duduk sebagai pimpinan KPK," jelas Agus.
Namun penilaian Agus terhadap Busyro dan Robby secara umum cukup baik.
"Menurut saya cukup baik keduanya, kalau pak Busyro sudah teruji di KPK dan Pak Robby menurut kami relatif gagasannya cukup baik mengenai pemberantasan korupsi, di Setkab dia juga cukup baik," ungkap Agus.
Khusus untuk Robby, Agus berpesan agar ia tidak berupaya mengamankan kasus-kasus terkait pemerintah lama bila terpilih sebagai pimpinan KPK.
"Menurut saya terutama pak Robby karena dia lama di pemerintah kalaupun lolos jangan dia mengamankan orang-orang di pemerintah yang terlibat korupsi, terutama pemerintahan yang lama karena dia bagian pemerintah yang lama. DPR harus punya tim khusus di luar anggota DPR untuk menelusuri lebih jauh seberapa bersih Pak Robby ini, lebih dalam dari yang dilakukan pansel, karena yang kita harapkan adalah orang yang hampir punya kesempurnaan," ungkap Agus.
Agus secara pribadi berharap agar Busyro Muqoddas tetap menjadi pimpinan KPK.
"Kalau saya pribadi berharap Pak Busyro bisa lolos lagi sehingga tidak ada proses adaptasi sehingga tinggal melanjutkan, tapi kalau Pak Busyro tidak lolos kita harus terima sebagai kenyataan politik. Pak Robby harus beradaptasi dengan waktu, berdiskusi, berdialog, bekerja sama dengan empat pimpinan lain. Kalau di DPR saya agak ragu apakah mungkin DPR masih bisa meloloskan lagi yang bersangkutan (Busyro)," tambah Agus.
Busyro dan Robby, lolos dari tes wawancara pansel yang juga diikuti empat kandidat lain yaitu mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah I Wayan Sudirta, jurnalis dan advokat Ahmad Taufik, dosen hukum Universitas Pelita Harapan Jamin Ginting dan spesialis perencanaan dan anggaran Biro Rencana Keuangan KPK Subagio.
Pansel diketuai oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin dengan didukung delapan anggota yaitu mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua; pimpinan KPK jilid I Erry Riyana Hardjapamekas; Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Farouk Muhammad; Direktur Jendral Hak Asasi Manusia Kemenkumham, Harkristuti Harkrisnowo; Sosiolog Imam Prasodjo; Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Komarudin Hidayat; akademisi dan praktisi bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Widyo Pramono.