Pontianak (Antara Kalbar) - Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Provinsi Kalimantan Barat, Djohanda Djunaidi menuturkan, nelayan yang paling rentan kalau pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak subsidi.
"Karena nelayan tidak dapat memperkirakan berapa hasil yang akan diperoleh," kata Djohanda saat dihubungi di Pontianak, Selasa.
Menurut dia, nelayan saat ini bekerja mencari ikan sehingga kebutuhan atas bahan bakar minyak sangat tinggi. "Keterbatasan teknologi, sehingga nelayan mencari ikan, bukan menangkap ikan," kata dia.
Namun mereka menyadari bahwa kalau subsidi bahan bakar minyak tidak dikurangi, dapat berdampak kepada anggaran secara keseluruhan.
"Nelayan berharap, pemerintah lebih mengutamakan kompensasi kepada nelayan kalau subsidi akhirnya benar-benar dikurangi," kata Djohanda.
Di Kalbar, ujar dia, terdapat sekitar 11 ribu nelayan dengan sistem kepemilikan beragam. Ada yang statusnya nelayan pemilik, sebagai pengusaha dan mempunyai kapal motor namun tidak melaut.
Kemudian, ada juga nelayan sebagai pemilik kapal sekaligus pekerjanya. "Nelayan jenis ini, kapasitas kapalnya kecil-kecil," katanya.
Lalu, ada juga nelayan buruh yang bekerja dengan sistem bagi hasil dengan pemodal.
Selain itu, HNSI Kalbar juga meminta distribusi bahan bakar minyak subsidi untuk nelayan tersebar secara merata. "Terutama di sentra-sentra nelayan," katanya menegaskan.
Selama ini, katanya, harga bahan bakar minyak subsidi sering tidak dinikmati nelayan seluruhnya. "Karena tidak semua daerah ada stasiun pengisian bahan bakar nelayan. Akhirnya, nelayan membeli ke pedagang eceran dengan harga tinggi," kata dia.
Letak Provinsi Kalimantan Barat terbilang strategis. Berada di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I yang difungsikan untuk pelayaran dari Laut Cina Selatan melintasi Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda ke Samudera Hindia, dan sebaliknya; dan untuk pelayaran dari Selat Singapura melalui Laut Natuna dan sebaliknya (Alur Laut Cabang I A).
Sedangkan untuk wilayah pengelolaan perikanan, Kalbar masuk dalam WPP 711. Bergabung bersama Provinsi Bangka Belitung, Jambi dan Kepulauan Riau. Meliputi Laut China Selatan, Laut Natuna dan Selat Karimata.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat, jumlahnya luar biasa, berkisar satu juta ton lebih per tahunnya untuk perikanan tangkap. Namun, yang dimanfaatkan oleh nelayan Kalbar sekitar 115 ribu ton.
Ada sejumlah penyebab sehingga potensi tersebut belum digali secara maksimal oleh nelayan Kalbar. Diantaranya, sebagian besar nelayan Kalbar masih termasuk tradisional. Daya angkut kapal lebih banyak di bawah angka 30 gross ton (GT). Selain itu, pengelolaan perizinan untuk tingkat provinsi maksimal untuk jarak 12 mil laut dari pantai.
***2***
HNS Kalbar : Nelayan Paling Rentan Kalau BBM Naik
Selasa, 11 November 2014 16:25 WIB