Sintang (Antara Kalbar) - Deretan bangunan di atas tanah TNI-AD sepanjang Jalan PKP Mujahidin Sintang semakin ramai saja. Beberapa bangunan baru saja dibuat oleh pemiliknya.
Pantauan Antara, Jumat (30/1), yang mencoba mencari informasi ke salah satu warung yang dibangun tepat di sekitar bundaran Jalan PKP. Mujahidin, seorang lelaki paruh baya keluar dari bagian belakang warung sate yang kebetulan masih belum ada pembelinya itu. Joni namanya. Pria asal Singkawang ini sudah sejak lima tahun lalu mengadu nasib ke kota Sintang.
Sebelum dia berjualan sate di tempat itu, dia sudah mencoba berbagai usaha di bidang yang sama. “Berjualan sate disini baru tujuh bulan,†ujarnya.
Ketika dikonfirmasi mengenai surat izin usaha dan pajak, ternyata tidak memilikinya. Yang dia tahu hanya berurusan dengan pihak pemilik tanah. Mereka hanya membuat kesepakatan yang isinya, jika suatu waktu pihak TNI-AD hendak menggunakan tanah tersebut, mereka siap meninggalkan lokasi tanpa kompensasi. Dengan nada pasrah dia mengungkapkan. “Karena itu merupakan resiko pribadi,â€ucapnya.
Adapun sistem yang dia gunakan adalah sewa tanah yang dibayarkan setiap bulan kepada pihak TNI-AD. Untuk warungnya, Joni harus menyisihkan uang sewa tanah sebesar satu juta rupiah per bulannya.
“Perekonomian yang tidak menentu seperti sekarang ini, membuat pendapatannya tidak stabil,†keluhnya.
Dalam satu hari Joni hanya mampu mendapatkan penghasilan kotor kurang lebih satu jatu rupiah. Setelah dipotong modal dan biaya operasional paling-paling Joni hanya mampu memperoleh pemasukan sekitar Rp 300 ribu.
Belum lagi dia harus memikirkan gaji enam karyawannya, yang membantunya berjualan dari pukul 08.00 pagi sampai 22.00 malam tiap harinya.
Ketika dikonfirmasi kepadanya mengenai pajak penghasilan, dia mengungkapkan selama ini belum pernah membayar pajak. “Ndak tau lah nanti,â€katanya. Namun, dia tidak menolak jika warungnya dikenakan pajak penghasilan.
Di tempat yang berbeda Juariah, pemilik warung bakso yang letaknya berseberangan dengan warung milik Joni mengungkapkan dirinya telah membayar pajak sebesar Rp 30 ribu tiap bulannya kepada petugas pajak yang datang langsung ke warungnya sebulan sekali.
Untuk tempat berjualan, senasib dengan Joni, dia juga menyewa tanah dengan pihak TNI-AD, hanya saja jumlah sewanya lebih kecil dari Joni. Dia hanya perlu membayar Rp750 ribu tiap bulannya kepada pihak TNI-AD. Dia pun siap menanggung resiko yang harus diterima jika sewaktu-waktu pemilik tanah hendak mengambil haknya.
Belum meratanya penarikan pajak pada setiap wajib pajak menjadi sebuah pertanyaan besar. Apalagi rata-rata bangunan di sana digunakan sebagai tempat usaha. Aturan yang tak jelas dari dinas terkait membuat beberapa kalangan mengabaikan hal tersebut.
Penggunaan dana pendapatan yang dihasilkan dari pembayaran pajak yang tidak tepat sasaran membuat sebagian masyarakat enggan untuk menyelesaikan kewajibannya.