Nanga Pinoh (Antara Kalbar) - Kendati sudah diserahkan oleh pusat kepada daerah, realisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) kerap tak mencapai target.
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Melawi, Kamis mengungkapkan, masih banyak perusahaan perkebunan di Melawi yang belum melunasi BPHTB.
"BPHTB ini sebenarnya hanya dibayarkan sekali saja terutama sebelum diterbitkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) pada perusahaan perkebunan. Hanya dari catatan kita, selama pengelolaan BPHTB oleh kabupaten Melawi, belum ada yang pernah membayar," kata Kabid Penagihan DPPKAD, Timardes.
Padahal, ujar Timardes, ada 16 perusahaan perkebunan yang berinvestasi di Melawi. Sebagian besar juga baru mendapatkan HGU dan IUP pada kisaran tahun 2010 sampai 2014, kecuali PT SDK yang memang sudah beroperasi sejak Melawi masih tergabung dengan Kabupaten Sintang.
"Makanya kita menargetkan perolehan BPHTB dari sektor perusahaan perkebunan. Nanti akan kita cek bersama. Karena mestinya BPHTB harus sudah dibayar sebelum ada HGU," katanya.
Diungkapkan Timardes, dalam pasal 90 ayat 1 dan pasal 91 ayat 3 UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah disebutkan SK pemberian hak atas tanah dan bangunan hanya dapat dilakukan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran BPHTB.
"Maka ini menjadi dasar kita, apalagi BPHTB sekarang sudah diserahkan ke pusat kepada daerah sejak tahun 2011. Kita juga sudah memiliki Perda nomor 2 tahun 2011 tentang BPHTB," katanya.
Dalam APBD 2015, BPHTB ditargetkan sebesar Rp 4 miliar. Pada tahun 2014, perolehan BPHTB sendiri hanya Rp508 juta dari target Rp3 miliar. Karena rendahnya realisasi BPHTB, DPKKAD menargetkan perolehan BPHTB lebih besar dari sektor perusahaan.
"Selama ini yang kita dapat adalah dari sektor swasta seperti akad jual beli tanah dan bangunan di atas Rp60 juta. BPHTB sendiri tarifnya 5 persen dari NJOP. Kalau di bawah Rp60 juta tidak dikenakan BPTHB," jelas Timardes.
(Ekos/N005)