Mekkah, (Antara Kalbar) - Mata perempuan itu terus membasah. Hidungnya memerah dan wajahnya pucat pasi.
Tisu putih yang dipegangnya tampak tak sanggup menampung air mata yang terus mengalir.
Ada kesedihan yang sangat dalam dan tak sanggup ia bendung,
sehingga dari mata yang memerah itu terus mengalirkan bulir-bulir air.
"Saya tidak tahu nasib kakak saya," katanya dengan suara yang agak
parau ketika wartawan dari Media Center Haji (MCH) menyapanya di Jumat
(25/9) pagi.
Perempuan dari Kabupaten Majene, Sulawesi
Barat, itu datang ke kantor Misi Haji Indonesia di Syisyah, Mekkah,
Kamis (24/9) malam setelah mengalami peristiwa traumatis dalam hidupnya.
Kamis pagi, perempuan berusia sekitar 40-an tahun, bernama
Hasmawati binti Muhammad Kasim, bersama kakak perempuannya Namma binti
Muhammad Kasim, serta anggota lainnya rombongan Ustadz Ibrahim dari
Kelompok Terbang 10 Makasar (UPG 10) berangkat dari Maktab 14 di Mina
menuju Jamarat untuk melempar jamrah Aqabah.
Sebagai jamaah
yang baru pertama kali berangkat ke Tanah Suci, ibu dua orang putri itu
menurut saja dengan pimpinan rombongan.
Ia tidak tahu jalan
menuju Jamarat, apalagi mengetahui imbauan pemerintah agar jamaah
Indonesia menghindari waktu padat lontar jamrah Aqabah 10 Zulhidjah
(24/9) pada pukul 08.00 - 13.00 Waktu Arab Saudi (WAS).
"Saya hanya ikut ustadz Ibrahim yang sudah beberapa kali berhaji,"
katanya masih dengan suara yang parau dan mata yang basah oleh air mata.
Jarak Maktab 14 tempat Hasmawati dan rombongannya mabit (bermalam)
di Mina ke Jamarat memang cukup jauh, mencapai sekitar dua kilometer.
Oleh karena itu selepas Subuh, Kamis sekitar pukul 06.00 WAS mereka
keluar dari tenda menuju Jamarat mengikuti langkah sang pemimpin
rombongan.
Namun di tengah jalan, ia diminta bantuan oleh
seorang nenek yang satu rombongannya, agar berhenti sejenak, karena
perempuan berusia 70 tahun itu kelelahan.
"Sebelum jembatan tingkat (jalan layang), kami istirahat, karena ada nenek dalam rombongan kami kecapekan," ujarnya.
Jadilah Hasmawati bersama kakaknya Namma binti Muhammad Kasim pun
istirahat, sambil duduk di pinggir jalan, sementara rombongan lainnya
tetap melaju di depan.
Pada saat istirahat itulah, menurut
Hasmawati, rombongan jamaah berkulit hitam dengan tubuh yang besar
merangsek dari arah yang berlawanan.
"Kami terlempar dan
terinjak-injak. Saya bisa bangkit, tapi kakak dan nenek itu terus
terinjak dan tertindih jamaah lain," katanya dengan isak tangis yang
tidak lagi terbendung.
Ia berusaha menolong kakak
perempuannya yang masih bisa diraih tangannya. "Bangun kak, bangun, kata
saya. Tapi kakak saya tidak mampu berdiri dan terinjak lagi," ujarnya
dengan nada tersendat.
Sementara sang nenek, yang bernama Nadjemiah Samad Madjida, ia lihat sudah tidak bergerak.
Pada saat itulah, ada seorang jamaah laki-laki dari balik pagar
Maktab yang terkunci di sisi kiri jalan yang menyuruh Hasmawati naik
melompati pagar agar bisa masuk ke tenda Maktab negara lain itu.
Laki-laki yang tidak diketahu identitasnya itu menyorongkan kedua
tangannya untuk dijadikan pijakan Hasmawati melompat pagar maktab di
tengah jamaah yang masih berdesakan.
"Saya coba ikhlaskan
kakak saya dan nenek itu, sambil menginjak kedua tangan jamaah laki-laki
itu menaiki pagar maktab," katanya.
Lolos melewati pagar,
tidak lantas membuat Ismawati aman. Ia mengaku tiba-tiba ia merasa
tubunya tersetrum karena menginjak sesuatu.
"Tubuh saya
bergetar, seperti tersentrum. Saya hanya berdoa, ya Allah tolong
saya..tolong saya," ujarnya kembali berderai air mata mengingat
perjuangannya untuk selamat dari musibah itu.
Berhasil lewat
dari krisis tersebut ia dibantu jamaah dari Turki untuk berganti
pakaian yang kotor akibat terinjak-injak, kemudian dengan sajian
makanan dan minuman seadanya.
"Saya tidak tahu lagi nasib
kakak saya dan nenek Nadjemiah sampai saat ini (Jumat 25/9). Saya berdoa
semoga mereka selamat, dan setidaknya diketahui kondisinya," ujar
Ismawati.
Dalam kondisi panik dan menyelamatkan diri dari
desakan jamaah negara lain, entah apa yang mendorongnya untuk
mengamankan 'harta' nenek Nadjemiah yang dilihatnya tidak bergerak lagi.
"Saya sempat mengamankan cincin yang dibeli nenek Nadjemiah di
Madinah, ketika ia sudah tidak bergerak lagi," kata Hasmawati sambil
memperlihatkan cincin emas dengan motif khas arab saudi dengan ukiran
kecil-kecil.
Hasmawati berharap kalau pun nenek Nadjemiah tidak kembali lagi, cincin itu bisa menjadi kenang-kenangan untuk keluarganya.
Data terakhir yang dirilis Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
Indonesia (PPIH) 1436H/2015M sampai Senin (28/9), jumlah jamaah haji
Indonesia yang menjadi korban peristiwa di Jalan 204 Mina itu mencapai
41 orang, tiga di antaranya berasal dari Kloter 10 Embarkasi Makasar
(UPG 10).
Dan Nadjemiah Samad Madjida dengan nomor passpor
B0693478 tercatat sebagai salah satu korban meninggal bersama dua nama
lain dari kloter yang sama, yaitu Yahman Mistan Meslan, kloter UPG 10
nomor paspor B0693120 dan Sitti Lubabah Arsyad Ngolo, kloter UPG 10
nomor paspor B0693565. Sementara sang kakak Namma binti Muhammad Kasim
masih belum ditemukan hingga berita ini turunkan.
Innalillahi wa innaillahi rojiun.. Semoga Allah menempatkan mereka yang
meninggal dalam upaya menyempurnakan ibadah haji tersebut mendapatkan
surga Allah. Aamiin.
Perjuangan Perempuan Majene Lolos Dari Tragedi Mina
Selasa, 29 September 2015 6:12 WIB