Jakarta (Antara Kalbar) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
menyatakan "illegal fishing" atau penangkapan ikan secara ilegal
menghambat pertumbuhan perekonomian regional di kawasan Asia Tenggara.
"Illegal, unreported and unregulated atau IUU Fishing itu
menghambat manfaat maksimal yang bisa diperoleh negara-negara Asia
Tenggara," kata Menteri Susi, dalam acara South East Asia and Pacific
Regional Fisheries Summit, di Jakarta, Kamis.
Menurut Susi,
aktivitas penangkapan ikan secara ilegal juga dapat melibatkan banyak
tindak pidana kriminal lainnya, seperti perdagangan manusia, narkoba,
bahkan juga binatang-binatang langka.
Karena itu, ujar dia,
adalah hal yang sangat penting bagi negara-negara dapat berbagi data dan
juga perlu keinginan yang baik, agar setiap negara bisa
menginvestasikan teknologi untuk mengawasi kapal-kapal ikan di wilayah
perairan mereka.
"Dari apa yang kita alami, IUU Fishing
sangat terorganisasi, contohnya Viking (kapal ikan yang ditangkap di
Indonesia, Red) memiliki 32 bendera di dalam kapalnya dan berganti-ganti
nama 10-20 kali," katanya lagi.
Dia juga mengutarakan
harapan agar setiap negara juga dapat membuat semacam satuan tugas yang
menempatkan beragam perwakilan kelembagaan penting untuk menegakkan
hukum terkait mengatasi penangkapan ikan ilegal di dalam wilayahnya
masing-masing.
Menteri Susi mengakui hal tersebut memang sukar tetapi tetap harus dijalankan dengan teguh.
Ia mengungkapkan bahwa meski awalnya ada tantangan, tetapi pada
saat ini orang-orang mulai percaya bahwa yang dilakukan Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini adalah langkah yang tepat.
KKP sendiri, kata dia, juga telah melakukan pembenahan seperti
meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM, meningkatkan pengawasan
terhadap kapal, serta menyiapkan mekanisme sistem data tunggal di
institusi tersebut.
���� Sebelumnya, Susi Pudjiastuti dalam
sejumlah kesempatan menyatakan dunia saat ini sudah sadar akan bahaya
"illegal fishing" dan Indonesia juga telah mengeluarkan banyak kebijakan
untuk memberantasnya.
���� "Sekarang seluruh dunia sudah
mulai sadar. FAO sudah mendukung kita untuk memasukkan illegal fishing
ke dalam rapat-rapat perjanjian," kata Menteri Susi.
����
Dia mengingatkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar yang masuk
dalam tiga besar negara demokrasi dengan populasi terbesar, lima besar
populasi terbesar, dan negara dengan luas laut kedua terbesar di dunia.
���� Ia berpendapat bahwa tiga kualifikasi tersebut juga telah sah
bagi republik ini untuk mengklaim diri sebagai bangsa yang besar.
"Refleksi tiga poin tadi hanya bisa kita dapatkan kalau kita budayakan
dengan kerja, kerja, kerja," katanya menegaskan pula.
����
Susi juga mengemukakan, Presiden Joko Widodo ingin menjadikan laut
sebagai masa depan bangsa, juga adanya kehendak untuk menjadikan
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
���� "Poros itu menjadi titik pusat yang nantinya berinteraksi dengan semua 'group social global line'," katanya lagi.
Menteri Susi: "illegal fishing" Hambat Perekonominan Regional Asia Tenggara
Kamis, 28 Juli 2016 11:30 WIB