Jakarta (Antara Kalbar) - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan isu ekonomi tidak mudah dicerna oleh banyak orang, termasuk oleh wartawan sehingga pihaknya perlu menggelar pelatihan mengenai ekonomi terutama yang terkait dengan tugas BI.
"Bagi wartawan, isu Pilkada atau politik lebih seksi dan lebih mudah dicerna ketimbang isu ekonomi, karena isu ekonomi memang sulit dipahami dan masyarakat juga sedikit yang berminat, padahal dalam kehidupan kita tidak bisa lepas dari ekonomi," katanya di hadapan 220 wartawan, di Jakarta, Senin.
Hal itu dikatakan Mirza ketika menjadi pembicara utama dalam Temu Wartawan Daerah yang digelar BI di Hotel Grand Mercure, Jakarta. Sebanyak 220 wartawan tersebut hadir dari 24 kabupaten/kota seperti dari Pulau Sumatera, Irian, Sulawesi, dan Kalimantan.
Ia mencontohkan, istilah ekonomi yang sulit dicerna masyarakat umum itu di antaranya, secara garis besar tugas BI dibagi tiga, yakni mengenai moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan.
"Dari tiga hal ini, saya akan mulai dari istilah ekonomi yang lebih mudah dipahami, yakni mengenai sistem pembayaran. Bicara soal pembayaran tunai, tentu harus ada uang kertas atau uang logam. Uang inilah yang dicetak oleh Perusahaan Umum Percetakan Rupiah Republik Indonesia (Peruri)," katanya.
Untuk menentukan berapa jumlah dan nilai rupiah yang dipesan oleh BI yang kemudian dicetak oleh Peruri, lanjutnya, tentu BI harus berkoordinasi dulu dengan Menteri Keuangan, setelah mendapat kesepakatan, baru diserahkan kepada Peruri. Selanjutnya BI yang akan mendistribusikan uang sesuai kebutuhan.
Terkait dengan kebijakan moneter, lanjutnya, tugas BI adalah menjaga jangan sampai terjadi inflasi terlalu tinggi, sehingga selain Badan Pusat Statistik melakukan survei terhadap komoditas untuk mengetahui tingkat perkembangan harga, BI juga melakukan survei yang sama. Terdapat 800 jenis barang yang harganya disurvei tiap bulan.
Indonesia, katanya, merupakan negara berkembang sehingga sebagian besar pendapatan masyarakatnya digunakan untuk membeli bahan pangan. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan laju inflasi di Indonesia disebabkan dari komoditas bahan makanan dan makanan jadi.
Berbeda dengan negara-negara maju yang penghasilan masyarakatnya tinggi, sehingga uang mereka yang digunakan untuk belanja bahan pangan atau makanan jadi, hanya sebagian kecil dari penghasilan mereka.
Untuk menjaga agar inflasi tidak terlalu tinggi, lanjut Mirza, maka BI bekerjasama dengan pemerintah hingga di daerah melakukan berbagai langkah, di antaranya adalah menjalin hubungan erat dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Sampai saat ini sudah terbentuk 463 TPID di seluruh Indonesia.
"Bank Indonesia bersama semua TPID inilah yang terus berusaha melakukan langkah-langkah supaya inflasi terkendali. Misalnya menjaga distribusi barang tidak terhambat, memberikan informasi harga kebutuhan pokok kepada masyarakat, dan berbagai upaya lain," ujar Mirza. Budi Suyanto
BI : Isu Ekonomi tidak Mudah Dicerna
Senin, 10 Oktober 2016 12:57 WIB