Pontianak (Antara Kalbar) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini sedang menyusun rencana aksi konservasi burung Rangkong atau Enggang Gading agar tidak punah.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Bambang Dahono dalam sambutan tertulisnya di Pontianak, Kamis, mengatakan, penyusunan rencana aksi konservasi burung Enggang Gading tersebut, agar burung tersebut tidak punah, karena selalu diburu.
Apalagi menurut hasil Investigasi Rangkong Indonesia dan Yayasan Titian yang didukung oleh Dana Konservasi Chester Zoo pada 2012, menyebutkan sekitar 6.000 Enggang Gading dewasa mati diambil kepalanya di Kalbar.
Sementara, di Indonesia sendiri, dari data yang dihimpun KLHK bersama Rangkong Indonesia dan WildlifeConservation Society Indonesia Program, sepanjang tahun 2011 hingga 2017, penegak hukum telah berhasil menyita 1.347 paruh Enggang Gading.
Sementara itu, hingga tahun 2016, tercatat sebanyak 2.245 paruh Enggang Gading berhasil disita dari perdagangan gelap di sejumlah negara seperti Malaysia, Laos, Tiongkok, dan Amerika Serikat, katanya.
Menurut dia, KLHK dan para mitra telah menyusun Rancangan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Rangkong Gading. Untuk menyempurnakan Rancangan SRAK, tim Penyusun SRAK Rangkong Gading yang terdiri dari KLHK selaku otoritas pengelola CITES, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selaku otoritas ilmiah CITES, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), Burung Indonesia, Fauna dan Flora Internasional (FFI), Rangkong Indonesia, WWF - Indonesia, Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP), dan Zoological Society of London (ZSL) melakukan serangkaian konsultasi publik, yang salah satunya diselenggarakan di Pontianak, Kalbar.
"Konsultasi publik ini bertujuan untuk menjaring masukan dari berbagai pihak, sebelum ditetapkan sebagai satu kerangka hukum yang mengikat," ujarnya.
Bagi masyarakat dan dalam budaya Kalimantan, burung Enggang Gading lebih dari sekedar satwa yang harus dilindungi, namun dikenal juga sebagai simbol "alam atas" yaitu alam kedewataan, katanya.
Bahkan di Provinsi Kalbar menjadikan satwa ini sebagai identitas provinsi, dan juga tampil dalam ukiran yang merepresentasikan keberanian dan keagungan suku Dayak Kalimantan, namun kondisinya mendekati kepunahan, ujarnya.
Burung Enggang Gading mempunyai perilaku unik karena sifatnya yang setia atau monogami. Butuh sekitar 180 hari bagi pasangan Enggang Gading untuk menghasilkan satu anak, setelah menemukan lubang sarang, sang betina akan mengurung diri.
Kemudian, sang jantan menutupi lubang sarang menggunakan lumpur dan material lain hingga disisakan celah sempit yang cukup untuk mengambil hantaran makanan dari sang jantan. Dengan cara itu, suhu dan kebersihan sarang bakal terjaga.
Selama bersarang, bulu sang betina meluruh (moulting) dan nantinya akan berfungsi sebagai alas sekaligus menjaga kehangatan telur. Kondisi ini menjadikan sang betina tidak dapat terbang sampai sang anak siap keluar sarang.
Terancamnya, Enggang Gading selain perburuan dan perdagangan juga dipengaruhi oleh aturan, seperti lemahnya koordinasi penegakan hukum dan kapasitas aparat penegak hukum terkait pemberantasan perdagangan ilegal, belum maksimalnya upaya-upaya perlindungan dan konservasi yang terintegrasi baik dari perlindungan habitat dan konservasi spesies itu dan lain-lain, kata Bambang.
(U.A057/R021)
KLHK Susun Rencana Aksi Konservasi Burung Enggang Gading
Kamis, 26 Oktober 2017 18:32 WIB