Pontianak (Antaranews Kalbar) - SPORC Brigade Bekantan, Balai Gakkum KLHK Kalimantan, Seksi Wilayah III Pontianak akan melakukan pemantauan perubahan suatu kawasan hutan di Kalbar melalui penginderaan satelit.
"Pemantauan perubahan suatu kawasan hutan atau lahan lainnya melalui satelit tersebut, kami lakukan bekerjasama dengan LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional)," kata Kasi Balai Gakkum Wilayah III Pontianak, David Muhammad di Pontianak, Jumat.
Ia menjelaskan, dengan bantuan citra satelit tersebut, maka bisa memantau atau mendeteksi kalau terjadi perambahan hutan di suatu kawasan, yang nantinya dilengkapi dengan adanya ruang operasional dalam memantau perubahan kawasan hutan tersebut.
David menambahkan, ruang operasional tersebut mulai difungsikan tahun 2019. "Kalau tidak ada halangan dalam waktu dekat ruang operasional tersebut segera difungsikan dalam memantau perkembangan suatu kawasan hutan di Kalbar," katanya.
Menurut dia, dengan bantuan peralatan itu, ketika pihaknya mendapat pengaduan dari masyarakat, maka tinggal dilakukan pengecekan dan pemantauan melalui satelit tersebut.
Dalam kesempatan itu, David menambahkan, sepanjang tahun 2018, pihaknya telah menangani sebanyak 21 kasus tindak pidana kehutanan di wilayah Provinsi Kalbar, yang terdiri dari 15 kasus pembalakan liar, lima kasus TSL (tumbuhan dan satwa liar) yang dilindungi dan satu kasus pertambangan tanpa izin.
"Semua kasus tersebut sudah P21 bahkan ada yang sudah divonis oleh majelis hakim, dan kami terus mengawal kasus-kasus tersebut hingga berkekuatan hukum tetap," katanya.
Menurut dia, di tahun 2019, pihaknya menargetkan bisa menekan seminimal mungkin pelanggaran dibidang kehutanan dan lingkungan hidup, seperti pencemaran, dan melakukan pengawasan-pengawasan terhadap izin perusahaan agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Kami tetap memfokuskan pengawasan dan pencegahan praktik ilegal logging, dan perusakan lingkungan hidup di wilayah hukum Kalbar," katanya.
Selain itu, pihaknya juga akan memfokuskan pada penindakan pada aktor-aktor intelektual, seperti perambahan hutan secara liar, TSL dan pertambangan secara liar dan lainnya, sehingga ke depannya bisa memberikan efek jera bagi masyarakat untuk melakukan hal yang melanggar UU tersebut.