Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi tujuh saksi terkait alokasi dana untuk Bupati Bengkayang nonaktif Suryadman Gidot (SG) dalam penyidikan kasus suap terkait proyek pekerjaan di Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, Tahun 2019.
Dalam penyidikan kasus suap itu, KPK pada Senin memeriksa tujuh saksi tersebut untuk tersangka Nelly Margaretha (NM) dari unsur swasta. Pemeriksaan dilakukan di gedung Ditreskrimsus Polda Kalimantan Barat, Pontianak.
"Pada para saksi didalami terkait rapat pembahasan penambahan anggaran Dinas PU dan Dinas Pendidikan serta rencana alokasi dana untuk SG dan tentang audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terhadap Pemkab Bengkayang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Tujuh saksi, yakni Wakil Bupati Bengkayang Agustinus Naon, Sekretaris pada Inspektorat Kabupaten Bengkayang Damianus, Plt Kepala Dinas Perikanan Kelautan Kabupaten Bengkayang Syarifudin, Kepala Sub Bagian Renja dan Keuangan Dinas PU Kabupaten Bengkayang Yoel Yudi.
Selanjutnya, Kepala Bidang Bina Marga Dinas PU Kabupaten Bengkayang Hery Pitriadi, Kepala Bidang Tata Ruang Survei Pemetaan dan Tata Kota Pada Dinas PU Kabupaten Bengkayang Kurniawan Mamanda S, dan Kepala Bidang SDA Dinas PU Kabupaten Bengkayang Yayat Sutiawan.
Selain itu, KPK pun pada Selasa (26/11) menjadwalkan pemeriksaan tujuh saksi dari unsur anggota DPRD Kabupaten Bengkayang dan pejabat Pemkab Bengkayang.
"Diagendakan diperiksa di gedung Ditreskrimsus Polda Kalimantan Barat. Pemeriksaan rencana akan dilakukan hingga Jumat (29/11) ini," ucap Febri.
KPK, kata dia, mengimbau para saksi yang telah dipanggil agar datang memenuhi kewajiban hukum untuk hadir ke depan penyidik dan menyampaikan keterangan secara benar.
KPK total telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima suap, yakni Suryadman dan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius (AKS).
Sedangkan sebagai pemberi suap, yaitu unsur swasta masing-masing Rodi (RD), Yosef (YF), Bun Si Fat (BF), Nelly Margaretha (NM), dan Pandus (PS).
Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa Suryadman meminta uang kepada Aleksius. Permintaan uang tersebut dilakukan Suryadman atas pemberian anggaran penunjukan langsung tambahan APBD-Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan sebesar Rp6 miliar.
Suryadman diduga meminta uang kepada Aleksius dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang Agustinus Yan masing-masing sebesar Rp300 juta. Uang tersebut diduga diperlukan Suryadman untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya.
Menindaklanjuti hal tersebut, Aleksius menghubungi beberapa rekanan untuk menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat memenuhi setoran di awal.
Hal itu dilakukan dikarenakan uang setoran tersebut diperlukan segera untuk memenuhi permintaan dari bupati. Untuk satu paket pekerjaan penunjukan langsung dimintakan setoran sebesar Rp20-25 juta atau minimal sekitar 10 persen dari nilai maksimal pekerjaan penunjukan langsung yaitu Rp200 juta.
Kemudian, Aleksius menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepakati "fee" sebagaimana disebut sebelumnya, terkait paket pekerjaan penunjukan langsung melalui staf honorer pada Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Fitri Julihardi (FJ).
Dengan rincian sebagai berikut pertama Rp120 juta dari Bun Si Fat, Rp160 juta dari Pandus, Yosef, dan Rodi serta Rp60 juta dari Nelly Margaretha.
Dalam kegiatan tangkap tangan kasus tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti berupa handphone, buku tabungan, dan uang sebesar Rp336 juta dalam bentuk pecahan Rp100 ribu.