Jakarta (ANTARA) - Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO), Dimas Syailendra menyatakan produk alternatif dinilai bisa menjadi salah satu opsi guna menurunkan angka prevalensi perokok, mengacu pada cara Inggris dan Jepang dalam menurunkan angka perokok melalui pemanfaatan tembakau alternatif yang dinilai lebih rendah risiko.
Lembaga eksekutif Departemen Kesehatan Inggris, Public Health England (PHE), dalam "Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018" menyebutkan tembakau alternatif, semisal tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, memiliki risiko yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok konvensional yang dibakar dan menghasilkan residu asap (TAR).
"Saya menyarankan pemerintah menerapkan strategi inovatif guna mengurangi prevalensi merokok di Indonesia. Kalau ditentang dengan kaitan memiliki risiko, produk apapun yang kita gunakan pasti memiliki risiko. Meskipun produk tembakau alternatif memang tidak sepenuhnya bebas risiko, namun produk ini mampu meminimalisasi risiko hingga di atas 90 persen jika dibandingkan dengan terus merokok,” kata Dimas dalam siaran pers, Kamis.
Baca juga: Tiga pertimbangan dalam menekan prevalensi perokok di Indonesia
Dimas menilai, para perokok terutama kalangan dewasa belum mengetahui secara komprehensif bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok konvensional. Untuk itu, ia berharap hasil-hasil penelitian terkait tembakau alternatif bisa diinformasikan kepada masyarakat sebagai rujukan untuk mempertimbangkan opsi tersebut.
"Pengetahuan masyarakat tentang produk tembakau alternatif masih minim, mereka belum tahu tentang konsep pengurangan risiko tembakau. Jadi hasil penelitian ilmiah yang dari dalam dan luar negeri harus digaungkan secara terus-menerus baik oleh lembaga pemerintah dan akademisi supaya tidak kalah dengan distorsi yang mengatakan bahwa produk ini sama berbahayanya dengan rokok," tegasnya.
"Agar perokok lebih bijak menyaring informasi, maka tampilkan fakta ilmiah dan argumen logis, sebarkan serta sampaikan secara berulang-ulang,” kata Dimas.
Dalam 4th Scientific Summit on Tobacco Harm Reduction yang diselenggarakan daring pada September lalu, Giuseppe Biondi Zoccai dari University of Rome menyampaikan bahwa prevalensi perokok tidak akan berkurang secara signifikan apabila tidak memaksimalkan penggunaan produk tembakau alternatif.
"Epidemi merokok akan tetap ada, kecuali kita melakukan pendekatan multidimensi yang dapat mengurangi risiko dari penggunaan produk ini. Produk tembakau alternatif dapat mendukung peningkatan angka berhenti merokok,” kata Giuseppe, dilansir nosmokesummit.org.
Baca juga: Buruh pabrik rokok ikuti vaksinasi COVID-19 berhadiah beras
Baca juga: Cukai rokok bakal dinaikkan untuk turunkan perokok anak
Baca juga: Pelajar Indonesia minta pemerintah kendalikan konsumsi rokok pada anak