Jakarta (ANTARA) - Stafsus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral Titik Anas mengatakan pemerintah berencana meningkatkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk menurunkan prevalensi perokok, terutama usia anak, yang ditargetkan mencapai 8,7 persen pada 2024.
“Kalau kita lihat data, pada 2019 masih 9,1 persen. Jadi masih cukup banyak mungkin yang harus diturunkan,” kata Titik dalam workshop daring di Jakarta, Kamis.
Pemerintah telah berupaya meningkatkan harga rokok agar tidak terjangkau oleh konsumen anak-anak. Hal ini tampak dari affordability index (indeks keterjangkauan) rokok atau persentase pembelian 100 bungkus rokok terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang meningkat dalam dua tahun terakhir.
Pada 2020, indeks keterjangkauan rokok meningkat menjadi 4,3 persen dari 3,9 persen di tahun sebelumnya. Indeks keterjangkauan rokok kembali meningkat pada 2021 menjadi 4,6 persen.
“Kalau kita lihat harga rokok di Indonesia ini sebetulnya sudah relatif mahal dibandingkan dengan Filipina, Thailand, dan Vietnam. Tapi kalau kita bandingkan dengan Singapura dan Malaysia ini masih relatif murah,” kata Titik.
Pemerintah berencana kembali meningkatkan CHT pada 2022, tetapi belum menentukan berapa besaran kenaikannya. Kenaikan CHT diharapkan dapat menekan konsumsi rokok terutama oleh konsumen anak.
Pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022, pemerintah pun memperkirakan pendapatan cukai akan meningkat menjadi Rp203,9 triliun atau sekitar 12 persen dari penerimaan cukai 2021 yang diperkirakan mencapai Rp182,2 triliun.
Hanya saja, Titik mengakui, pemerintah mesti berhati-hati dalam menaikkan CHT karena berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.
“Jadi semakin tinggi harga rokok karena kenaikan CHT, biasanya memang meningkatkan peredaran rokok ilegal. Untuk meminimalisir rokok ilegal sejalan dengan kenaikan tarif cukai, itu legal enforcement ditegakkan, yang selama ini DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) juga terlibat,” katanya.