Pontianak (ANTARA) - Berangkat dari keprihatinan atas kondisi Kota Singkawang, di Kalimantan Barat, pada masa yang akan datang, anak-anak muda setempat ulet merawat toleransi yang sudah berjalan selama ini dengan berbagai aktivitasnya.
Salah satu anak muda tersebut adalah Trino Junaidi, 32 tahun. Saat ini ia adalah Ketua Komunitas Ruang Muda Kreatif Singkawang (Rumaksi). Pemuda kelahiran Selakau ini aktif menggagas kegiatan melalui komunitasnya, guna merawat toleransi di kota berjuluk "Kota Seribu Kelenteng" tersebut.
Alasannya menurut dia, karena ada kegelisahan pihaknya yang melihat situasi di kota kelahirannya tersebut. Meski toleransi antaretnis sudah ada, namun selalu ada kekhawatiran di dalam dirinya, bahwa toleransi yang sudah terbangun itu hanya bersifat sementara.
Dia yang pernah studi di luar Kalbar, khawatir pada akhirnya nanti semangat toleransi itu akan memudar seiring perjalanan waktu. "Saya kuliah di luar, kita melihat akulturasi di daerah lain. Kita juga sering nonton youtube, nonton di media. Kayaknya ngeri banget kalau dari awal tidak berbuat untuk menjaga toleransi," katanya menuturkan kekhawatiran tersebut.
Karena menurut dia, salah satu kunci untuk kemajuan suatu daerah, terutama kota yang dicintainya itu adalah dengan menjaga keamanan dan kenyamanan. Karena itu pula, Rumaksi kemudian bekerjasama dengan Yayasan Singkawang Cultural Center (SCC) untuk menggagas sejumlah program mendukung toleransi.
Komunitas ini bersama-sama dengan Yayasan SCC menghidupkan suasana di gedung bekas bioskop di Jalan Yos Sudarso Singkawang yang kini mereka tempati itu dengan aktivitas dan program yang terkait dengan semangat toleransi.
Aktivitas itu seperti pameran kebudayaan (berupa barang, foto dan video), menerima siswa magang, dan pembuatan vlog (video blogging) bertema toleransi. Kemudian ada program Silang Inap, yakni program menginap bagi pemuda anggota komunitas dan siswa magang, ke rumah teman atau warga yang berbeda etnis.
"Program ini sudah berjalan selama tiga tahun dan mendapat respons yang positif dari peserta," kata alumnus Sekolah Tinggi Analis di Bandung, Jawa Barat itu.
Trino yang ditemui di Singkawang akhir pekan lalu, menjelaskan, program lain yang diangkat komunitasnya adalah belajar bahasa. Program ini melibatkan anggota komunitas. Dimana anggota dari etnis Tionghoa mengajarkan bahasa Mandarin dan bahasa ibu (sehari-hari) mereka kepada anggota dari etnis lainnya. Begitu pula dari etnis Melayu, mengajarkan bahasa ibu (sehari-hari) kepada anggota dari etnis Tionghoa.
Kegiatan itu juga mendapat tanggapan yang positif dan dinikmati peserta diskusi. Sehingga acap kali bahasa sehari-hari yang mereka pelajari itu muncul dalam diskusi-diskusi ringan di komunitas tersebut.
Fokus anak muda
Kegiatan dan program Rumaksi difokuskan untuk generasi muda di Kota Singkawang. Sehingga jika sudah bergabung di komunitas maka terbentuk pemahaman yang sama antara satu dengan lainnya.
"Dahulu kalau bercanda hal-hal yang sensitif selalu menjadi ngeri, tetapi kalau sekarang sudah enak saja. Ada yang memanggil sapaan dengan menyebut etnis pun sudah menjadi hal yang biasa," katanya menjelaskan.
Anggota Rumaksi, Beni Parulian, menyatakan mendapatkan manfaat berarti dengan kegiatan-kegiatan yang diadakan di komunitasnya. Karena ada saling pengertian antara satu teman dengan teman lainnya. Baginya yang lahir dari keluarga etnis Batak, kegiatan merawat toleransi di komunitasnya telah memberikan pemahaman yang positif bagi dirinya.
"Mayoritas kami sudah dikatakan melebur," katanya. Begitu pula terhadap warga Singkawang pada umumnya, menurut dia sudah melebur menjadi satu sebagai warga setempat. Dan kalau pun ada yang eksklusif itu hanya sebagian kecil saja.
Dia mengatakan jika masih ada satu dua (anggota masyarakat) yang sifatnya masih eksklusif, tetapi hal itu balik ke pola pikir pribadi. "Saya orang tua dari Sumut. Saya bisa menyerap sedikit banyak budaya, paling sedikit masalah bahasa," katanya dan sudah dapat berbahasa ibu etnis Tionghoa dalam bergaulan sehari-harinya.
Komunitas Rumaksi, juga membuat sejumlah video blogging (vlog) bertema toleransi. Setiap tahun selalu ada vlog bertema toleransi. Pesan yang ingin disampaikan dalam film itu adalah toleransi dan mencintai daerah, mencintai kebudayaan dan ditayangkan di youtube Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Singkawang.
Saat peluncuran maka diadakan kegiatan menonton bareng yang digagas oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Singkawang. "Tetapi sebelum pandemi, sekolah wajib menonton," kata Trino menambahkan.
Mereka juga ikut membantu mengembangkan tarian dan kain Tidayu (Tionghoa, Dayak, dan Melayu), hal ini mendapat sambutan positif dari pemerintah pusat. Karena menggabungkan tiga etnis besar yang ada di Singkawang menjadi satu kesatuan dan tidak ada yang lebih ditonjolkan.
Selain itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat juga memiliki program merawat toleransi dan diadakan lomba-lomba yang banyak diminati pemuda di kota berpenduduk sekitar 240 ribu jiwa tersebut.
Aktif terlibat
Komunitas ruang muda kreatif Singkawang juga aktif dalam kegiatan panitia Imlek dan Cap Go Meh. Mereka selalu terlibat dalam acara yang diadakan dan memberikan ide dalam kepanitiaan yang multikultur tersebut.
Jika sebelum pandemi, selalu ada kegiatan Cap Go Meh di lapangan Kridasana yang melibatkan 17 etnis yang ada di Singkawang untuk tampil selama satu bulan, maka Komunitas Rumaksi dengan gaya khas anak muda mendukung kegiatan tersebut.
Trino mengaku banyak belajar dari tokoh-tokoh setempat dalam merawat toleransi, dengan selalu memperhatikan hal sekecil apa pun yang dapat memicu konflik di masyarakat untuk tetap terjaga. "Para senior memberikan contoh yang baik kepada kami untuk selalu dan terus merawat toleransi," katanya.
Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie, mengaku sangat berterima kasih dengan peran pemuda setempat dalam merawat toleransi. "Kami di pemerintah kota selalu dibantu komunitas pemuda dan masyarakat lainnya," katanya saat ditemui di Kantor Wali Kota Singkawang belum lama ini.
Menurut dia lagi, selalu ada ide kreatif yang digagas pemuda setempat dalam membangun dan merawat toleransi.
Karena itu, merawat toleransi tak hanya menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga diperlukan keterlibatan masyarakat termasuk anak muda di dalamnya, sebagai satu kesatuan untuk NKRI.
Anak muda yang ulet merawat toleransi di Singkawang
Senin, 17 Januari 2022 11:12 WIB