Palembang, Sumatera Selatan (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyoroti bahwa hubungan toksik yang berkembang dalam kehidupan pasangan maupun keluarga dapat memicu maraknya kasus aborsi yang bersifat kriminal (abortus provokatus kriminalis).
“Dia pacaran kemudian terjadi sexual intercourse (hubungan seks), sehingga kemudian hamil di luar nikah. Inilah yang membuat kejadian itu meningkatkan abortus kriminalis, abortus yang sifatnya kriminal,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu.
Menanggapi kasus aborsi di Kemayoran, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu, Hasto menyayangkan bahwa banyak pasangan di Indonesia belum bisa memahami pentingnya merawat dan menjaga kesehatan reproduksinya.
Hal ini memicu timbulnya hubungan toksik yang justru mendorong pasangan untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa diprediksi.
Ia mencontohkan seks bebas di usia masyarakat yang masih cukup muda, jadi salah satu dari contoh hal yang tidak bisa diprediksi tersebut. Hasto mengatakan banyak kasus perempuan tidak menyadari bahwa dirinya hamil setelah berhubungan dan berujung tidak berkenan dengan kehamilannya (unwanted pregnancy).
Sedangkan pada pasangan yang sudah berumah tangga, kehamilan yang tidak diinginkan terjadi akibat ibu tidak langsung memasang KB pascamelahirkan.
Dengan demikian, perbuatan itu mampu membuat tiap keputusan yang diambil oleh pasangan cenderung kacau hingga ekstrem, dimana salah satunya adalah nekat melakukan aborsi di tempat-tempat ilegal yang tidak bisa menjamin keselamatan janin dan perempuan yang bersangkutan.
Hasto turut mengakui jika aborsi jadi salah satu dari banyak masalah dalam pembangunan sumber daya manusia yang tidak terlihat. Sehingga ia mengingatkan agar setiap pihak perlu berhati-hati
“Ada masalah yang perlu kami titip soal pembangunan keluarga. Hubungan seks kita maju, rata- rata pertama kali kontak berhubungan seks anak-anak kita saat ini di usia 15-16 tahun. Padahal sekitar 20 tahun lalu, begitu kita survey seksnya usia 18-19 tahun. Ini artinya banyak yang berzina, ini ada suatu paradoksal dalam masyarakat kita,” ujarnya.
Maka dari itu, katanya, BKKBN terus mendorong agar setiap satuan pendidikan mulai memberikan pendidikan reproduksi yang mencakup cara merawat organ reproduksi, bahaya seks bebas hingga perkawinan diri yang mengancam kesehatan generasi penerus di masa depan.
“Pendidikan reproduksi itu harus diperbolehkan. Jadi edukasi seks itu, jangan diterjemahkan sebagai sexual intercourse saja. Jangan di negative thinking-kan bahwa itu pendidikan bagaimana berhubungan seks, nanti mereka jadi mau melakukan, bukan. Tapi itu sekadar penegasan laki-laki dan perempuan, bagaimana menyelamatkan organ reproduksinya (agar tetap sehat),” katanya.
Sebelumnya pada Rabu (28/6) lalu, pihak kepolisian Jakarta Pusat berhasil menguak kasus praktik aborsi ilegal di Kemayoran, Jakarta Pusat setelah menerima laporan dari warga setempat yang curiga selalu mendengarkan suara vacuum cleaner dan kerap kali melihat banyak wanita datang terus menerus.
Penyelidikan juga turut melibatkan petugas membongkar septic tank yang diduga menjadi tempat pembuangan janin-janin hasil aborsi. Setelah bukti berhasil didapat, polisi langsung meringkus dua polisi berinisial SN (51) dan NA (33) selaku eksekutor yang menggugurkan janin bayi. Berdasarkan keterangan polisi, setidaknya sudah ada 50 perempuan yang memilih melakukan aborsi di sana.
Baca juga: Tenaga kesehatan di Mataram terlibat kasus aborsi sepasang kekasih