Sebelum pemerintah getol membangun jalan darat di Provinsi Seribu Sungai ini, kapal bandong menjadi transportasi vital untuk memobilisasi logistik di daerah itu.
Seiring perkembangan pembangunan, penggunaan kapal bandong mulai berkurang karena bersaing dengan trasportasi jalur darat dengan akses yang lebih mudah dan cepat.
Namun, peran kapal bandong tidak serta merta hilang. Sarana ini masih digunakan masyarakat yang ingin mengangkut barang dalam jumlah yang besar seperti kursi, tempat tidur, tabung gas, semen dan barang kebutuhan pokok lainnya.
Kapal bandong memiliki tujuan ke beberapa daerah yang dilintasi Sungai Kapuas antara lain Kapuas Hulu, Sintang, Malawi, Sekadau, Sanggau, Landak, Kubu Raya, Kayong Utara dan Ketapang dengan estimasi pengantaran barang selama 11-12 jam hingga beberapa hari.
“Muatan yang dibawa dengan kapal ini cukup banyak, bisa mencapai 70 ton sehingga butuh waktu yang lama juga untuk menyusun muatan,” kata seorang Anak Buah Kapal (ABK) kapal bandong, Ardi saat ditemui di Pelabuhan Seng Hie, Pontianak, Kamis.
Tarif angkutan ini juga disesuaikan dengan volume barang, pada umumnya sebesar 5 persen dari harga barang. Sementara khusus untuk tarif angkut semen sebesar Rp5.000 per sak.
Kapal bandong terdiri dari tiga bagian yaitu bagian depan digunakan sebagai ruang kemudi, bagian tengah sebagai tempat menyimpan barang bawaan, dan bagian belakang digunakan untuk anak buah kapal beristirahat yang dilengkapi dengan dapur dan toilet.
Meski kini transportasi darat menjadi primadona, masyarakat sepanjang aliran Sungai Kapuas masih menggunakan kapal bandong sebagai alternatif angkutan logistik.
@kalbar.antaranews.com Kapal Bandong Identitas Transportasi Tradisional Masih Beroperasi di Kalbar @disporaparkalbar suara asli - kalbar.antaranews.com