"Jumlah naskah kuno di Indonesia tercatat sebanyak 82.158 eksemplar yang tersimpan di Perpusnas, perpustakaan umum daerah, museum negeri di daerah, lembaga adat, yayasan milik masyarakat, pesantren, dan disimpan oleh masyarakat secara pribadi sebagai warisan dari leluhurnya," kata Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, di Jakarta, Selasa.
Sedangkan di Perpusnas hingga September 2023, jumlah koleksi naskah kuno tercatat sebanyak 12.507 eksemplar.
Ia mengatakan Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa karena memiliki manuskrip tertua. Manuskrip yang disimpan di perpustakaan menjadikan perpustakaan sebagai simbol jembatan ilmu pengetahuan di masa lampau, masa kini, dan masa datang.
“Naskah kuno bukan hanya sekadar hanya harta budaya negara, tetapi juga peninggalan berharga dunia. Karena di dalamnya menjelaskan hubungan antarnegara di dunia yang terkait kebudayaan, ekonomi dan hukum," katanya.
Ke depan, pihaknya mengharapkan ada kolaborasi Perpusnas dengan para ahli untuk menceritakan posisi Indonesia di antara bangsa-bangsa di dunia.
Sepanjang 2023, kata Muhammad Syarif Bando, Perpusnas telah memberikan bantuan preservasi naskah kuno sebanyak 806 eksemplar. Naskah tersebut tersebar di 14 lokus di 11 provinsi yakni Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.
Kepala Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan Perpusnas, Made Ayu Wirayati, menyatakan berdasarkan UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kewenangan mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat.
Namun sebagian besar mitra di daerah, dalam hal ini perpustakaan provinsi maupun kabupaten/kota, belum siap dalam penyelamatan naskah kuno di daerahnya. Sarana dan prasarana yang tidak mumpuni, SDM preservasi yang kurang serta minimnya anggaran terkait preservasi disebut menjadi kendala dalam penyelamatan naskah kuno di daerah.
“Tentu saja menjadi tugas besar untuk kita semua karena kita sedang berpacu dengan waktu. Naskah kuno yang berumur di atas 50 tahun dengan iklim tropis tentu saja berpengaruh dalam mempercepat hancurnya naskah kuno," kata Wirayati.
Kondisi naskah kuno yang berada di daerah, kata dia, kondisinya sangat memrihatinkan. Banyak naskah ditemukan dalam kondisi korosi tinta, naskah berada di dalam lemari yang penuh dengan rayap sehingga perlu segera diselamatkan agar tidak semua naskahnya hancur.
Pelestarian fisik, kata Made Ayu Wirayati, dilakukan dalam bentuk perawatan, pembersihan, perbaikan, penjilidan dan restorasi. Sedangkan pelestarian informasi dengan melakukan alih media dalam bentuk digital.
Sementara itu, penerima bantuan pelestarian naskah kuno dari Sumatera Barat (Sumbar), Pramono, mengatakan restorasi yang dilakukan oleh Perpusnas adalah salah satu koleksi penting yang ada di Sumbar karena memiliki jumlah naskah mencapai 88 bundel manuskrip.
"Naskah ini dianggap penting di Sumbar karena selain jumlahnya yang cukup signifikan juga kandungan isi naskah yang ada di Surau Simauang juga sangat beragam,"katanya.
Hasil pelestariannya adalah alih media sebanyak 53 eksemplar, konservasi eksemplar 12 eksemplar, serta pembuatan sarana, penyimpanan dan penjilidan sebanyak 33 eksemplar, demikian Pramono.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Perpusnas: 19.726 naskah kuno di Indonesia sudah dilindungi