Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan belanja pemerintah perlu diakselerasi agar pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen pada 2023.
Menurutnya, defisit APBN yang lebih lebar diperlukan agar pemerintah bisa menyalurkan lebih banyak belanjanya kepada masyarakat.
“Ruang defisit memberi kesempatan kepada pemerintah untuk melakukan upaya-upaya stimulus kepada perekonomian domestik, ketika perekonomian global cenderung turun,” kata Eko dalam Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2024 yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Sampai akhir Oktober 2023, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercatat mengalami defisit sebesar Rp700 miliar atau 0,003 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit APBN per Oktober 2023 tersebut masih jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan pemerintah sebesar 2,84 persen dari PDB.
“Belanja pemerintah masih perlu diakselerasi karena sebetulnya di 2023 defisit APBN ditetapkan lebih dari 2 persen dari PDB. Dalam konsep ekonomi, defisit anggaran didesain untuk menstimulasi ekonomi,” kata Eko.
Realisasi belanja negara baru mencapai Rp2.240,8 triliun atau 73,2 persen dari total pagu belanja APBN sampai akhir Oktober 2023.
Sementara itu, pada saat yang sama, belanja pemerintah dalam bentuk transfer ke daerah mencapai 82 persen dari total pagu dalam APBN 2023.
“Untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi agar mampu tumbuh di atas 5 persen seperti tahun sebelumnya, pemerintah perlu mendorong perannya melalui sisi fiskal dengan optimalisasi pengeluaran pemerintah,” katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi mencapai 4,94 persen pada kuartal III 2023 atau melemah dari 5,17 persen pada kuartal II 2023.
Baca juga: Serapan belanja APBN 2023 Kapuas Hulu capai Rp1,51 triliun
Baca juga: Sinergi antarunit Kemenkeu harus jadi "DNA" dalam bertugas