Pontianak (ANTARA) - Pejabat Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) mengimbau peternak babi di daerah itu untuk meningkatkan pencegahan penularan penyakit African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika.
"Kami telah mengajak dan mengimbau peternak babi agar menerapkan biosekuriti pada peternakannya untuk mencegah penyakit ASF, " ujarnya Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Kalbar Heronimus Herodi di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa ASF merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan hanya menular pada seluruh hewan babi baik babi domestik maupun babi liar.
Untuk gejala penyakit pada babi adalah kehilangan nafsu makan, lesu, demam tinggi, diare, muncul kemerahan di ujung kuping, ekor, moncong, dada dan perut, keluar cairan yang berlebihan dari mata dan hidung serta babi mati mendadak.
"Penyakit ini tidak menular ke manusia karena tidak bersifat zoonosis. Namun dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi khususnya pada peternak babi karena tingkat penularan yang cepat dan kematian hampir 100 persen serta belum ada vaksin dan obatnya," jelas dia.
Ia menyebutkan pada September 2021, Kalbar mulai tertular oleh penyakit ASF dan sudah menyebar ke 12 dari 14 kabupaten/kota di daerah itu.
"Hal tersebut, mengakibatkan terjadinya penurunan populasi ternak babi yang sangat signifikan dan berpengaruh pada ketersediaan sumber bibit ternak babi, " jelas dia.
Saat ini kondisi kasus sudah jauh menurun. Namun sehubungan dengan informasi dari Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (BKHIT) Provinsi Kalbar Nomor B 5131/KR 120/ JJ.18/12/2024 tangga 13 Desember 2024 terkait adanya laporan kejadian penyakit ASF di Serian, Sarawak, Malaysia.
"Diharapkan peternak babi dapat meningkatkan langkah-langkah pencegahan dengan menerapkan brosekuriti secara ketat, karena penyakit ini belum ada obat dan vaksinnya dan hanya melalui penerapan biosekuriti penyakit ini dapat dicegah, " jelas dia.
Adapun langkah langkah penerapan biosekuriti antara lain melakukan pembersihan dan desinfeksi pada kandang, tempat pakan, tempat minum, peralatan di kandang, keranjang dan kendaraan yang akan masuk/keluar dari area kandang serta melakukan cuci tangan dan celup alas kaki sebelum masuk dan keluar kandang.
Kemudian melakukan isolasi dengan memisahkan ternak babi yang sehat dan sakit dan memisahkan ternak babi baru selama 14 hari sebelum digabungkan dengan babi yang lain.
Selanjutnya melakukan pembatasan pergerakan orang, barang dan hewan antara lain dengan melarang yang tidak berkepentingan seperti pedagang dan pengepul untuk masuk ke area kandang, memasang tanda larangan masuk kandang.
Kemudian membuat pagar, memasang paranet/waning untuk mencegah hewan lam masuk ke area kandang, tidak memperjualbelikan babi yang sakit, tidak saling meminjam alat kandang, menggunakan alas kaki dan pakaian khusus untuk di kandang dan menggunakan pejantan yang sehat dan tidak sakit.
Tidak kalah penting melaporkan ke petugas kesehatan hewan terdekat jika ada babi sakit atau babi mati dalam jumlah yang besar.
"Soal untuk memasukkan babi sendiri dari sumber ternak yang sudah terjamin kesehatannya dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) atau sertifikat veteriner, " jelas dia.