Beijing (ANTARA) - Pemerintah China mendesak agar Israel menghentikan operasi militer di Rafah, tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta warga Palestina di Gaza, sesuai dengan keputusan Mahkamah Internasional (ICJ).
"Kami meminta semua pihak untuk melindungi warga sipil dan fasilitas sipil, dan sangat mendesak Israel untuk memperhatikan seruan komunitas internasional dan menghentikan serangan terhadap Rafah," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning kepada media di Beijing pada Selasa (28/5).
Pada Minggu (26/5), Israel menyerang kamp di timur laut Rafah, yang menyebabkan sedikitnya 40 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka, termasuk anak-anak, menurut Dinas pertahanan sipil Palestina.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim bahwa serangan udara di kamp pengungsi sebagai "insiden tragis" dan menambahkan bahwa penyelidikan sedang dilakukan.
China, menurut Mao Ning, sangat prihatin atas operasi militer Israel di Rafah.
"Kami mencatat bahwa Mahkamah Internasional PBB untuk ketiga kalinya telah mengeluarkan perintah mengenai tindakan sementara terhadap konflik Palestina-Israel dan untuk pertama kalinya secara eksplisit meminta penghentian serangan militer di wilayah tersebut," tambah Mao Ning.
Hal tersebut mencerminkan konsensus dunia dan seruan kuat untuk segera melakukan gencatan senjata, melindungi warga sipil, dan mengurangi krisis kemanusiaan.
"Langkah-langkah sementara yang relevan harus diterapkan secara efektif sesegera mungkin. Posisi China dalam konflik Palestina-Israel konsisten dan jelas. Kami menentang pelanggaran hukum humaniter internasional," tegas Mao Ning.
Menurut Mao Ning, komunitas internasional perlu bekerja sama untuk meredakan dan mengakhiri krisis kemanusiaan di Gaza.
Mahkamah Internasional pada Jumat (24/5) telah memerintahkan Israel menghentikan operasi militer di Rafah dan memastikan akses tanpa hambatan ke wilayah tersebut untuk misi yang menyelidiki tuduhan genosida, serta untuk bantuan kemanusiaan.
Atas serangan Israel ke Rafah tersebut, sejumlah negara antara lain Australia, Selandia Baru, Brasil, Meksiko, Belanda dan Venezuela mengecam tindakan angkatan bersenjata Israel (IDF).
Sedangkan Gedung Putih pada Senin (27/5) mendesak Israel agar mengambil langkah antisipasi yang memungkinkan untuk melindungi warga sipil menyusul serangan udara mematikan di Rafah.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengutuk serangan Israel terhadap kamp pengungsi di kota Rafah.
Ia menambahkan bahwa sudah tidak ada tempat yang aman di Gaza, dan meminta diakhirinya kengerian tersebut.
Serangan itu terjadi di dekat pangkalan logistik badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Tal al-Sultan.
Israel telah membunuh lebih dari 36.000 warga Palestina di Jalur Gaza sejak serangan yang diluncurkan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Serangan Israel juga telah menghancurkan sebagian besar wilayah kantong yang dihuni 2,3 juta orang dan menyebabkan sebagian besar warga sipil kehilangan tempat tinggal dan berisiko kelaparan.