Kapuas Hulu (ANTARA) - Kepolisian Resor Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat mendirikan pos pemantau aktivitas pertambangan emas ilegal di daerah perhuluan (hulu) Sungai Kapuas di wilayah Kecamatan Putussibau Selatan daerah setempat.
"Selama 10 hari kami lakukan penertiban ke lokasi tambang ilegal tersebut sejak 1-10 Juni 2024 dengan memberikan pemahaman kepada para pekerja untuk menghentikan kegiatan tambang emas ilegal," kata Kapolres Kapuas Hulu Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hendrawan, di Putussibau Kapuas Hulu, Senin sore.
Hendrawan mengatakan selain memberikan sosialisasi dan edukasi kepada para pekerja tambang ilegal, pihaknya juga mendirikan pos pantau di sejumlah titik di daerah hulu Kapuas dengan tujuan untuk mengawasi apabila terjadi lagi kegiatan pertambangan emas tanpa izin.
Ia menjelaskan dalam upaya penertiban tersebut pihaknya melibatkan tim gabungan seperti TNI dan pihak Balai Besar Taman Nasional dan Betung Kerihun Kabupaten Kapuas Hulu.
"Untuk saat ini penertiban masih dengan cara sosialisasi terkait larangan pekerjaan tambang emas tanpa izin yang dapat merusak lingkungan," katanya.
Terkait fungsi didirikannya pos pantau, Hendrawan mengatakan bertujuan sebagai tempat melakukan pengawasan dan pemeriksaan setiap orang yang melintas di jalur sungai, karena dikhawatirkan masih ada sekelompok masyarakat yang mencoba membawa peralatan pertambangan emas.
"Kami terus berupaya melakukan penertiban terkait aktivitas tambang emas ilegal di Kapuas Hulu dan berharap adanya sinergisitas semua pihak, jika ingin melakukan pertambangan sebaiknya masyarakat mengurus perizinan baik itu wilayah tambang rakyat (WPR) maupun izin pertambangan rakyat," katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum Kapuas Hulu Sadtata Noor Adirahmanta pada Selasa (8/05) mengatakan aktivitas pertambangan emas di Hulu Kapuas sudah merambah kawasan taman nasional.
"Masyarakat setempat sebenarnya sudah punya nilai kearifan lokal mendulang emas secara tradisional, tapi ada pengaruh dari luar menggunakan mesin dan melubangi tanah membongkar batu, bahkan menggunakan merkuri, itu yang terjadi dan merusak ekosistem alam," kata Sadtata.
Sadtata menjelaskan masyarakat di Hulu Sungai Kapuas secara turun temurun hidup dari hasil alam, salah satunya dari emas yang dilakukan dengan kearifan lokal dan menjaga alam, namun situasi saat ini sudah berbeda, banyak pihak-pihak yang memanfaatkan sumber daya alam itu dengan cara-cara yang merusak lingkungan.
"Kami tidak melarang masyarakat mengambil emas, tetapi jangan merusak alam, lakukan lah dengan cara-cara tradisional, jika ingin orang luar mengambil hasil emas boleh saja, dengan memberdayakan masyarakat setempat dari hasil kearifan lokal," katanya.
"Jika emas habis, maka yang menikmati kerusakan alam hanyalah masyarakat setempat, keseimbangan alam sudah terganggu, sementara pihak luar akan pergi mencari lahan emas yang baru, itu harus disadari masyarakat," ucapnya.
Oleh karena itu, Sadtata mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan alam, jangan sampai semakin rusak.