Jakarta (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional (BNN) RI menelusuri motif lebih dari 100 warga negara Indonesia (WNI) yang tersandung kasus narkotika di luar negeri guna mengungkap jaringannya.
"Tugas kami mencari bagaimana orang-orang ini direkrut, apakah mereka ini ditipu atau mereka memang punya kesadaran mengikuti jaringan tersebut. Ini sedang kami dalami," ujar Kepala BNN RI Komjen Pol. Marthinus Hukom dalam Konferensi Pers Pengungkapan Kasus Narkotika yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.
Maka dari itu, dirinya sudah melakukan audiensi dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi untuk mengusulkan berbagai langkah bersama dalam mengatasi fenomena tersebut, salah satunya melalui rencana pertemuan BNN RI dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Marthinus menjelaskan pertemuan tersebut rencananya dilaksanakan secara daring dengan seluruh KBRI di negara-negara yang menjadi lokasi WNI bermasalah dengan tindak pidana narkotika untuk membahas mengenai permasalahan WNI yang terasosiasi dengan sindikat internasional.
Dia tak menampik permasalahan WNI yang menjadi bagian dari sindikat narkoba internasional menjadi fenomena yang sudah lama terjadi, bahkan sebelum dirinya menjabat sebagai Kepala BNN RI.
Ia mengatakan BNN RI hampir setiap bulan mendapatkan laporan dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, terutama KBRI, terkait WNI yang tersandung permasalahan tindak pidana narkotika di berbagai negara.
"Mereka saat ini ditahan dan diproses di beberapa negara," ucap dia.
Selama menjabat sebagai Kepala BNN RI sejak Desember 2023, dirinya mengungkapkan sudah terdapat sekitar 11 WNI yang ditangkap di luar negeri karena tersandung kasus narkotika, yakni sebanyak empat WNI yang ditangkap di Addis Ababa, Ethiopia; lima WNI yang ditangkap di India; dan dua WNI yang ditangkap di Brazil.
Untuk perlindungan hukum bagi para WNI itu, kata dia, merupakan tugas Kemenlu RI, sedangkan tugas BNN mengungkap jaringan sindikat internasional yang terasosiasi dengan para WNI tersebut.
"Intinya kami sudah melangkah bersama dengan Kemenlu RI karena kelompok yang ditangkap ini jauh di sana, sehingga kami membutuhkan koordinasi dengan Kemenlu," tutur Marthinus.