Washington (ANTARA) - Perdana Menteri Lebanon Najib Azmi Mikati mendesak seluruh anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk menekan Israel agar segera melakukan gencatan senjata.
"Saya hadir di sini hari ini dengan harapan kita dapat keluar dari sesi ini dengan solusi serius, berdasarkan upaya bersama seluruh anggota Dewan Keamanan, untuk menekan Israel guna mencapai gencatan senjata segera di semua lini dan memulihkan stabilitas serta keamanan di kawasan kami," kata Mikati dalam pertemuan DK PBB pada Rabu (25/9).
Mikati mengatakan bahwa PBB dibentuk untuk mempromosikan stabilitas, namun hingga kini tidak mampu menghentikan tragedi kemanusiaan yang sedang berlangsung di Timur Tengah.
Dia menambahkan bahwa Lebanon telah menjadi korban agresi dunia maya, udara, dan maritim, serta memperingatkan bahwa serangan darat dari Israel bisa berubah menjadi "perang regional besar-besaran."
Amerika Serikat dan Prancis menyatakan bahwa mereka sedang bekerja sama dengan negara-negara lain untuk mengembangkan proposal gencatan senjata yang memungkinkan para pihak untuk mendiskusikan solusi diplomatik bagi konflik ini.
Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood, dalam pertemuan tersebut mengatakan bahwa Washington "sangat prihatin" dengan laporan yang menyebut ratusan warga sipil Lebanon tewas dalam beberapa hari terakhir.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Vershinin, mengatakan bahwa Moskow menyerukan gencatan senjata segera dan mengutuk serangan militer skala besar serta provokasi terhadap Lebanon.
Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, mengatakan kepada DK PBB bahwa Israel telah melakukan serangan presisi di Lebanon terhadap pusat komando Hizbullah, lokasi peluncuran, gudang senjata dan misil, serta kepemimpinannya.
Danon juga menuduh Iran berada di pusat kekerasan ini, dan kawasan tersebut tidak akan aman sampai jaringan tersebut dihentikan.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Iran, Seyed Abbas Araghchi, menanggapi dengan mengatakan bahwa Israel akan membayar atas tindakannya dan seharusnya tidak lagi menjadi anggota PBB.
Diplomat tinggi Iran itu juga menuduh AS gagal mengendalikan Israel dan mengatakan bahwa pasokan peralatan militer yang terus berlangsung telah membuat Israel semakin berani melakukan tindakan keji tanpa konsekuensi.
Pada awal pertemuan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa kedaulatan Lebanon harus dihormati dan PBB mendukung segala upaya untuk memperkuat militer Lebanon.
Situasi di perbatasan Israel-Lebanon memburuk setelah dimulainya operasi militer Israel di Jalur Gaza pada Oktober 2023. Pasukan Pertahanan Israel dan pejuang Hizbullah hampir setiap hari terlibat baku tembak di daerah sepanjang perbatasan.
Israel mulai melakukan serangan besar-besaran di Lebanon selatan dan timur pada Senin (23/9). Jumlah korban tewas akibat serangan tersebut meningkat menjadi 558 orang, kata Menteri Kesehatan Lebanon Firass Abiad. Pejuang Hizbullah, pada gilirannya, menembakkan puluhan roket ke arah Israel utara.
Seorang perwakilan tentara Israel, Avichay Adraee, mengatakan kepada Sputnik pada Rabu bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mungkin melancarkan serangan besar-besaran lebih lanjut terhadap target Hizbullah.
Pentagon pada Rabu mengatakan bahwa AS tidak menganggap kemungkinan serangan darat Israel ke Lebanon sebagai hal yang akan segera terjadi. Militer AS juga membantah memberikan dukungan apa pun terhadap operasi Israel yang berkaitan dengan Lebanon.
Eskalasi terbaru ini didahului oleh serangkaian ledakan alat komunikasi penyeranta (pager) dan walkie-talkie di Lebanon pada 17-18 September, yang menewaskan lebih dari 40 orang dan melukai hampir 3.500 lainnya.
Hizbullah dan otoritas Lebanon menyalahkan Israel atas ledakan tersebut, sementara Presiden Israel Isaac Herzog membantah keterlibatan negaranya dalam insiden tersebut.
Sumber: Sputnik-OANA